REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal (Dirjen) Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Zudan Arif Fakhrulloh, mengatakan pemerintah akan menindaklanjuti kasus dugaan penyalahgunaan data pribadi yang menimpa salah satu warga di Jawa Timur (Jatim). Penyalahgunaan data itu membuat korban dimintai pertanggungjawaban atas hutang perusahaan senilai Rp 32 miliar.
"Polisi segera bertindak mengusutnya berkoordinasi dengan Ditjen Pajak dan Kemenkumham bagian administrasi hukum umum, " ujar Zudan dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Kamis (8/8).
Pasalnya, kasus ini berkaitan dengan penyalahgunaan data pribadi untuk pendirian perusahaan. Sehingga penelusuran yang saling terkait itu bisa membuka akta pendirian perusahaan yang dimaksud.
Zudan pun menegaskan belum tentu data pribadi korban berasal dari Dukcapil Kemendagri. Sebab, data pribadi masyarakat, saat ini sudah tersebar secara luas.
Artinya, kata Zudan, bukan berarti ada instansi atau lembaga selain Dukcapil yang mengeluarkan data pribadi masyarakat. Hanya saja, data pribadi masyarakat dikumpulkan oleh berbagai instansi atau lembaga.
Zudan mencontohkan, data pribadi masyarakat yang juga dikelola oleh sistem administrasi kependudukan (adminduk) ada di bank, kampus, asuransi, kepolisian, pajak, hotel, klub olahraga, KPU dan sebagainya. Data tersebut ada di sejumlah pihak karena masyarakat memberikannya untuk layanan yang mereka gunakan.
Jika data pribadi sudah berada di pihak lain, kata Zudan, maka pihaknya mengaku sulit untuk menjaga keamanannya. "Kami tidak bisa menjaga data pribadi penduduk yang berada diluar sistem kami. Akan tetapi, data pada pusat data Dukcapil Kemendagri tidak ada yang bermasalah. Semua aman, " tambah Zudan.
Sebelumnya, seorang laki-laki asal Jatim mengaku terkejut ketika petugas pajak mendatangi rumahnya dan menuduhnya menunggak pajak sekitar Rp 32 miliar. Pajak itu terkait dengan transaksi bisnis enam perusahaan yang menggunakan namanya.
Sebagaimana dikutip dari ABC.net.au, Kamis, nama asli laki-laki ini dirahasiakan. Dia hanya disebut bernama Adi (43).
Adi mengaku tidak pernah mendirikan perusahaan atau bahkan meminjam uang. Ia menduga data rahasia kependudukan miliknya disalahgunakan pihak tertentu.
"Transaksi tersebut melibatkan enam bisnis yang berbeda, mulai dari pertanian hingga tekstil - semuanya," ujar Adi kepada media Australia itu, Rabu (7/8).