Kamis 08 Aug 2019 17:04 WIB

GrabBike Berikan Dukungan bagi Para Pejuang #AntiNgaret

Ngaret telah menjadi kebiasaan orang Indonesia yang sulit ditinggalkan.

Grabbike (Ilustrasi)
Foto: Republika/Prayogi
Grabbike (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Layanan transportasi roda dua milik Grab, GrabBike menghadirkan kampanye #AntiNgaret pada delapan kota besar di Indonesia, yakni Semarang, Yogyakarta, Medan, Bandung, Makassar, Surabaya, Palembang, dan Jabodetabek. Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan produktivitas masyarakat Indonesia.

Sebagai bentuk dukungan penuh kepada para pejuang #AntiNgaret, Grab menawarkan lima kemudahan dari GrabBike agar pelanggan dapat lebih memaksimalkan waktu mereka. Yang pertama adalah keberadaan 5 juta titik jemput.

"Untuk penjemputan lebih akurat Grab memiliki tim pemetaan khusus, yang bertugas mengidentifikasi dan menciptakan titik penjemputan baru di berbagai lokasi di Indonesia," kata City Manager 2Wheel Yogyakarta Grab Indonesia, Habdillah Anuraga, di Yogyakarta, Kamis (8/8). 

Yang kedua, ruangan untuk mendapatkan panduan visual menuju titik jemput terdekat untuk memudahkan penumpang menuju lokasi jemput. 

Selain itu, adanya alamat tersimpan untuk pemesanan lebih cepat, kirim pesan dan foto dari Grabchat untuk komunikasi lebih mudah, serta penggunaan GrabNow untuk kecepatan mendapatkan pengemudi.

“Grab juga memiliki lebih dari 90 orang tim pemetaan di Indonesia yang akan membuat perjalanan para pejuang #AntiNgaret dengan GrabBike menjadi lebih optimal. Tim tersebut bertugas membangun point of interest (POI) dan titik hijau sebagai lokasi penjemputan untuk memudahkan proses perjalanan mitra pengemudi dan penumpang Grab. Dengan demikian. rute yang diarahkan juga lebih efisien dan estimasi waktu tiba menjadi lebih akurat dan akan menambah ketepatan waktu,” kata Habdillah menambahkan. 

Sosiolog sekaligus peneliti, Bayu A Yulianto, menjelaskan ngaret telah menjadi kebiasaan orang Indonesia yang sudah menjadi tradisi yang sulit ditinggalkan. "Asumsi bahwa orang Indonesia tak bisa lepas dari ngaret kini sudah menjadi stereotype karena mereka sulit menjaga waktu, khususnya ketika membuat janji dalam sebuah pertemuan," katanya.

Sayangnya, kata dia, ngaret kerap dikaitkan sebagai budaya yang begitu melekat dengan orang Indonesia. Budaya tersebut menciptakan kebiasaan di mana banyak orang merasa terlalu nyaman dalam mengulur waktu dan hal ini menyebabkan berkurangnya produktivitas. 

“Meski ngaret telah menjadi kebiasaan yang tidak bisa dihindarkan oleh masyarakat Indonesia, sebagian besar orang justru tak ingin terjebak dalam kebiasaan terus-terusan mengulur waktu," katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement