Rabu 07 Aug 2019 18:28 WIB

Hakim Nilai Haris Terbukti Berikan Rp 70 Juta ke Menag

Haris Hasanudin hari ini divonis dua tahun penjara dan denda Rp 150 juta.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin tiba untuk menjadi saksi sidang kasus suap jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama dengan terdakwa Haris Hasanuddin dan Muafaq Wirahadi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (26/6/2019).
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin tiba untuk menjadi saksi sidang kasus suap jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama dengan terdakwa Haris Hasanuddin dan Muafaq Wirahadi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (26/6/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menyatakan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Jawa Timur Haris Hasanudin terbukti memberikan uang Rp 70 juta kepada Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Hal itu terungkap dalam pembacaan vonis terhadap Haris yang dihukum dua tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider tiga bulan kurungan.

"Maka, perbuatan terdakwa Haris Hasanuddin memberi sejumlah uang kepada saksi Romahurmuziy dan Lukman Hakim Saifuddin melalui Herry Purwanto ajudannya dari kurun waktu 6 Januari sampai 9 Maret 2019 yang mana perbuatan terdakwa masing-masing berdiri sendiri, tetapi mempunyai pertalian satu sama lain dan perbuatan yang satu dan lain tidak terlalu lama, maka menurut majelis hakim perbuatan terdakwa sebagai perbuatan berlanjut," kata anggota majelis hakim Hariono di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (7/8).

Baca Juga

Dalam pembacaan vonisnya, majelis hakim membacakan kronologi penyerahan uang dari terdakwa kepada Menag Lukman. "Pada 1 Maret 2019 di hotel Mercure Surabaya, terdakwa Haris bertemu saksi Lukman Hakim Saifudin dan pada kesempatan tersebut terdakwa Haris memberikan sejumlah kepada saksi Lukman Hakim Saifudin sebesar Rp 50 juta," ungkap hakim Hariono.

Selanjutnya, pada 9 Maret 2019 di Pesantren Tebu Ireng Jombang, Haris juga memberikan uang kepada Lukman Hakim Saifuddin melalui Herry Purwanto selaku ajudannya sebesar Rp 20 juta.

"Berdasarkan fakta-fakta tersebut, majelis hakim berpendapat bahwa pemberian uang oleh Haris kepada saksi Romahurmuziy dan Lukman Hakim Saifudin yang mana pemberian uang tersebut terkait dengan terpilihnya dan diangkatnya terdakwa sebagai kepala kantor wilayah Kemenag Jatim sebagaimana diuraikan di atas, maka menurut majelis hakim unsur memberi sesuatu dalam perkara telah terpenuhi dan ada dalam perbuatan terdakwa," ungkap hakim Hariono.

Sedangkan, uang untuk Romahurmuziy alias Romi diberikan pada 6 Januari 2019 sebesar Rp 5 juta dan pada 6 Februari 2019 sebesar Rp 250 juta. Tujuan pemberian uang tersebut adalah agar Haris bisa diangkat dalam jabatan sebagai Kakanwil Kemenag Jatim. Atas vonis tersebut, Haris langsung menyatakan menerima sedangkan JPU KPK menyatakan pikir-pikir.

Saat bersaksi di persidangan untuk terdakwa Haris pada 26 Juni, Lukman membantah bila ia melakukan intervensi dalam seleksi jabatan tinggi di Kemenag. Awalnya, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Wawan Yunarwanto menanyakan materi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Lukman terkait rekomendasi Lukman tehadap Haris.

"Dalam poin 13 di BAP, saudara menjelaskan pada diskusi di kantor Kemenag pernah sampaikan ke Nur Kholis (sekjen Kemenag) dari empat kandidat itu saya hanya cocok dengan Haris karena sudah menjabat Plt Kakanwil ini masalah pilihan pengguna karena saya sudah tahu kerja tadi," kata Jaksa Wawan sembari membaca BAP.

"Itu konteksnya Sekjen yang juga Ketua Pansel bertanya ke saya minta masukan, Pak ada empat nama, minta tanggapan saya bagaimana empat nama calon, jawaban saya bahwa di antara empat nama yang saya kenal adalah Haris, kenapa begitu karena tiga lain saya tidak kenal, karena sejak Oktober dia (Haris) Plt Kakanwil Jatim jadi sempat interaksi saat kunjungan kerja ke Jatim, di antara empat calon yang ada saudara Haris," ujar Lukman.

"Ini bahasanya saya hanya cocok? Cocok sudah klik?" tanya jaksa Wawan lagi.

"Saya merasa Haris yang saya kenal, kecocokan karena konteksnya kenal, bagaimana bisa cocok dengan yang tidak kenal, harus dilihat konteks saya jawab pertanyaan ketua pansel yang mana dari empat nama," ujar Lukman.

Mendengar jawaban Lukman, jaksa Wawan kembali menanyakan apakah pernyataan Lukman merupakan bentuk intervensi ke Panitia Seleksi. Lukman pun langsung membantahnya

"Menurut saya tidak karena saya sadar betul itu bukan kewenangan saya, menentukan siapa yang seleksi dan siapa yang lolos bukan di PPK tapi pansel, tidak pada tempatnya itu ditempatkan sebagai intervensi itu hanya tanggapan umum saya mana dari empat nama itu," katanya lagi.

Adapun, soal  uang 30 ribu dolar AS di dalam laci kerjanya yang disita penyidik KPK adalah pemberian dari pejabat Kedutaan Besar Arab Saudi untuk Indonesia. "Itu pemberian seorang panitia terkait kegiatan musabaqoh tilawatil Quran internasional. Itu dari keluarga Amir Sultan, karena rutin keluarga raja adakan MTQ Internasional Indonesia," kata Lukman.

Mendengar jawaban Lukman, jaksa KPK Abdul Basir lalu mengonfirmasi siapa pemberi uang tersebut. "Karena boleh jadi bisa pengaruhi hubungan Indonesia dengan Arab?" tanya jaksa Abdul Basir.

Lukman pun menjawab dan memastikan uang tersebut berasal dari Syekh Ibrahim, Atase Agama Kedutaan Besar Arab Saudi untuk Indonesia saat itu. Pemberian tersebut, kata Lukman, terjadi di ruang kerja menteri.

"Awalnya saya tidak terima, dia memaksa, saya terima," kata Lukman.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement