Rabu 07 Aug 2019 12:35 WIB

Catatan Dahlan Iskan, Listrik Padam, dan Goyang Pohon Sengon

Dahlan mempertanyakan di mana Kopassus P2B.

Dahlan Iskan
Foto: Agung Supriyanto/Republika
Dahlan Iskan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  -- Dirut PT PLN (Persero) periode 2009-2011 Dahlan Iskan buka suara terkait pemadaman listrik massal pada Ahad (4/8) yang mengakibatkan aktivitas sebagian besar masyarakat di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek), Jawa Barat, serta Banten "lumpuh".

Dalam laman Dahlan Iskan Way (DI's Way-Catatan Harian Dahlan Iskan) yang dikutip di Jakarta, Rabu, Dahlan menyoroti penyebab listrik padam, manajemen recovery, sistem aliran listrik Jawa-Bali, ganti rugi PLN Rp1 triliun, hingga "Kopassus" Pusat Pengatur Beban (P2B).

Dahlan menceritakan betapa peristiwa ini kelihatannya sepele sekali, hanya gara-gara satu pohon sengon mengakibatkan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) di Pemalang, Jawa Tengah, bermasalah sehingga berakibat fatal sampai melumpuhkan listrik di sebagian Pulau Jawa.

Mengapa SUTET begitu rapuh, karena hanya kesenggol satu pohon sudah "pingsan".

"Mengapa tidak boleh ada pohon dekat SUTET (Saluran Utama Tegangan Ekstra Tinggi). Jangankan sampai nyenggol. Memasuki medan magnetnya pun sudah mengganggu. Bisa korsleting. Yang mengakibatkan arus listrik terhenti,"ujarnya.

Menteri BUMN periode 19 Oktober 2011-20 Oktober 2014 ini juga mempertanyakan di mana sekarang "Kopassus P2B", yang dulu dibentuknya untuk memelihara SUTET tanpa harus mematikan sistem. "Dibubarkan? Tidak diteruskan? Tidak cukup? Tidak dikembangkan? Tidak ada anggaran?" tanya Dahlan.

"Kopassus P2B" yang dimaksudkan Dahlan adalah pasukan khusus yang diisi orang-orang istimewa yang memiliki kepandaian khusus dengan pekerjaan sangat berisiko. Mereka adalah ahli-ahli listrik yang mampu mengatur seluruh sistem listrik di Jawa.

Baca juga, Plt Dirut PLN Jelaskan Penyebab Pemadaman Jawa, Banten, dan DKI.

Berikut artikel utuh Dahlan Iskan dalam DI's Way:

Sepele sekali. Kelihatannya. Hanya gara-gara satu pohon sengon. Listrik seluruh Jakarta padam. Juga Jabar. Dan sebagian Jateng. Minggu-Senin lalu.

Pohon sengonnya ada di Desa Malon. Nun jauh di Gunung Pati, 28 km selatan Semarang. Mati listriknya sampai Jakarta.

Maka pohon sengon itu perlu diabadikan. Fotonya. Untuk dipasang di seluruh kantor PLN. Sebagai monumen. Yang harus diajarkan turun-temurun. Dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Betapa mahalnya pohon sengon itu. Sampai membuat berjuta-juta orang menderita. Pun kereta bawah tanah. Yang masih baru. Ikut lumpuh. Penumpangnya harus dievakuasi. Presiden Jokowi sampai marah karenanya.

Bahkan PLN sendiri sampai harus mengeluarkan ganti rugi kepada konsumen. Nilainya sampai Rp 1 triliun.

Satu pohon sengon. Di sebuah desa. Mampu menggegerkan mayapada. Pohon sengon itu tidak salah. Tumbuhnya di dalam pagar penduduk. Tapi menjulang sangat tinggi.

Tinggi tiang SUTET itu 40 meter. Tapi bentangannya menggelayut. Tinggi 18 meter. Tinggi sengon itu sekitar 15 meter. Sudah mencapai medan magnet SUTET.

Tapi sengon itu juga berhak bertanya:

- Mengapa dibiarkan tumbuh tinggi di situ?

- Mengapa tidak ada yang tahu?

- Apakah tidak ada lagi anggaran untuk patroli pohon?

- Mengapa ada kebijakan anggaran ini --bahwa biaya operasi dan pemeliharaan harus di bawah anggaran SDM?

- Mengapa SUTET itu begitu rapuh? Hanya kesenggol satu pohon sudah pingsan?

Itulah. Mengapa tidak boleh ada pohon dekat SUTET (Saluran Utama Tegangan Ekstra Tinggi). Jangankan sampai nyenggol. Memasuki medan magnetnya pun sudah mengganggu. Bisa korsleting. Yang mengakibatkan arus listrik terhenti.

Mengapa yang korsleting di selatan Semarang, padamnya di Jakarta dan Jabar?

Orang Jakarta itu makan listriknya paling besar. Apalagi ditambah daerah industri sekitarnya: Tangerang, Bogor, Bekasi, Karawang.

Padahal pembangkit listrik terbesarnya ada di Jatim. Di Paiton. Maka harus ada pengiriman listrik dalam jumlah besar. Dari Jatim ke Jakarta. Sekitar 3000 MW. Tepatnya saya sudah lupa.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement