Rabu 07 Aug 2019 08:55 WIB

Jabodetabek Terkoneksi 10 Jaringan MRT Pada 2035

Pusat-pusat TOD juga harus diintegrasikan

Rep: Amri Amrullah/ Red: Bilal Ramadhan
Warga menaiki kereta MRT di Stasiun MRT Bundaran HI, Jakarta, Senin (5/8).
Foto: Republika/Prayogi
Warga menaiki kereta MRT di Stasiun MRT Bundaran HI, Jakarta, Senin (5/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Proyek transportasi publik berbasis rel di kawasan Jakarta, Bogor Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek) akan terus dikembangkan dan diperluas cakupan integrasiannya hingga 2035. Kepala Perwakilan Kantor Japan International Cooperation Agency (JICA) Indonesia Shinichi Yamanaka mengatakan JICA telah menyiapkan rencana pengembangan proyek Moda Rakyat Terpadu (MRT) hingga 10 Jaringan MRT di seluruh Jabodetabek hingga 2035.

"10 jaringan MRT itu memiliki konektivitas angkutan umum yang terintegrasi satu sama lain dan mencakup hampir seluruh wilayah di jabodetabek," kata Shinichi dalam keterangannya di acara Seminar 'Jabodetabek Urban Transportatiin Policy Integration (JUTPI) phase 2’, di Jakarta Selatan, Selasa (6/8).

Shinichi mengatakan Indonesia, khususnya Jakarta sudah sangat membutuhkan proyek transportasi modern yang terintegrasi. Proyek ini harus ditangani lintas kementerian dan instansi pemerintah daerah.

"JICA sejak dulu memiliki komitmen kerjasama mewujudkan kehidupan masyarakat Indonesia yang lebih baik. Dan kami berterima kasih kepada pemerintah Indonesia telah berkomitmen bekerjasama jatak ICA," ujar Shinichi.

Deputi Bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Kementerian Koordinator Perekonomian, Wahyu Utomo menambahkan sesuai dengan peraturan presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2016, terkait Rancangan Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ).

"Semua infrastruktur angkutan umum harus terintegrasikan termasuk juga dengan pusat-pusat TOD-nya (Transit Oriented Development) harus diintegrasikan, sehingga distribusi manusia dan kegiatan ekonomi bisa diratakan," kata Wahyu.

Saat ini, ia mengakui sedang diminta oleh Menko untuk mengkaji dan mengevaluasi projek-projek transportasi umum berbasis rel di kawasan Jabodetabek. Bagaimana mengefektifkan jaringan transportasi berbasis rel ini dengan fisibilitas atau studi kelayakannya, apakah sesuai. Termasuk dengan anggaran yang dipinjamkan Jepang atau tidak.

Sebelumnya dalam Perpres 55 tahun 2018 lalu terkait Rencana Induk Transportasi Jabodetabek, Presiden Jokowi memandang perlu perencanaan, pembangunan, pengembangan, pengelolaan, pengawasan, dan evaluasi sistem transportasi yang terintegrasi, efektif, efisien, dan terjangkau masyarakat.

Salah satu hasil progres Perpres 55 rencana induk transportasi Jabodetabek 2018-2029, adalah pembangunan MRT fase I Lebak Bulus-Bundaran HI, yang rencananya akan dilanjutkan hingga ke Kampung Bandan pada 2024 kemudian MRT Timur Barat. Selain itu terdapat pula progres hasil LRT fase I Kelapa Gading Velodrome-Kemayoran, dan Bekasi-Cawang, Cibubur-Cawang, dan Cawang-Kuningan yang akan beroperasi 2024 mendatang.

Kesepuluh jaringan MRT yang akan terkoneksi tersebut terbagi dalam dua fase. Fase pertama yang akan dioperasikan pada 2024 yaitu Jaringan MRT Utara-Selatan: Kelapa Gading-Velodrome, Cawang-Kuningan-Dukuh Atas, Cawang-Cibubur-Bogor dan Cawang-Bekasi Timur. Sedangkan fase dua yang beroperasi pada 2030 yaitu Jaringan MRT Timur-Barat: Kalideres-Ujung Menteng, Grogol-Cempaka Putih dan Halim Perdanakusuma-Joglo

Fase yang menjadi usulan Pemprov DKI yaitu Outer Loopline Bintaro-Kampung Rambutan, Puri Kembangan-Dukuh Atas, Pesing-Kelapa Gading via Kemayoran. Rencana jaringan yang beroperasi pada 2013 yaitu Balaraja-Kalideres, Karawaci-Joglo, Jagakarsa-Cibubur-Cileungsi dan Parung Panjang-Pondok Rajeg.

Sementara, Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Karlo Manik menanggapi rencana besar tersebut. Walaupun dalam pemaparan rencana pengembangan transportasi terintegrasi dengan Japan International Cooperation Agency (JICA) ini lebih luas dari Peraturan Presiden (Perpres) 55 terkait Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ) hingga 2029.

"Rencana ini melanjutkan dari Perpres 55 itu, jadi lebih detail lagi JICA membuatnya. Karena Perpres 55 itu hanya sampai 2029, sekarang perpanjangannya sampai 2035. Jadi rencana ini bukan berbeda, tapi ini tindak lanjutnya," kata Karlo Manik.

Menurutnya, ini BPTJ yang harus dijalankan selanjutnya tidak hanya sampai 2029 tetapi juga hingga 2035. Salah satunya adalah terintegrasinya Moda Raya Terpadu (MRT) hingga 2035 nanti sampai 10 line yang akan mencakupi seluruh Jabodetabek.

Dimana RITJ hingga 2029 hanya dilengkapi dua jaringan MRT saja, sedangkan RITJ yang sampai 2030 mencapai 10 jaringan MRT sejabodetabek. "Jadi RITJ 2035 ini tidak bertentangan sama sekali dengan apa yang dijalankan BPTJ," kata dia menambahkan.

Karlo mengakui, rencana besar ini memang membutuhkan investasi cukup besar jika RITJ 2035 akan dijalankan. Ia membandingkan pada rencana RITJ 2029 yang hanya dua jaringan MRT saja setidaknya membutuhkan sekitar Rp 600 triliun di Perpres 55.

"Kalau mau 10 jaringan MRT hingga 2035 ya tentu naik lagi jumlah investasi yang dibutuhkan," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement