REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Belasan kios yang berada di dalam lingkungan Terminal Bus Tipe A Bawen, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, ditutup paksa dan disegel oleh Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Wilayah X Jawa Tengah dan DIY, Selasa (6/8).
Penutupan dan penyegelan ini dilakukan oleh pengelola terminal tersebut terkait dengan perjanjian pengajuan sewa kios yang berada di dalam lingkungan Terminal Bus Tipe A Bawen.
Sesuai dengan Surat Keluptusan (SK) Kementerian Keuangan Nomor S-57/MK.6/WKN.09/KNL.01/2019 dan SK Dirjen Perhubungan Darat Nomor KP.2445/PL.201/DRJD/2019 tentang Persetujuan Sewa Kios, para penghuni kios harus memenuhi kewajiban membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) kios sebesar Rp 3.480.000 per tahun.
Kebijakan ini dikeluarkan setelah pengelolaan Terminal Bus AKAP Tipe A Bawen menjadi kewenangan Ditjen Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan RI, melalui BPTD Wilayah X Jawa Tengah dan DIY.
Kepala Terminal Bus Tipe A Bawen, Rokhim, yang dikonfirmasi mengungkapkan terkait dengan terbitnya SK tersebut, BPTD Wilayah X telah melakukan sosialisasi kepada para penghuni kios yang ada di lingkungan terminal tersebut.
Berdasarkan permohonan sewa kios di lingkungan Terminal Bawen yang kita ajukan ada 79 kios. Setelah disosialisasikan, termasuk mengenai tatacara pembayaran dan sebagainya, ternyata ada yang mengundurkan diri dan ada juga yang memang belum membayar.
“Antara lain tadi, yang kita tutup itu, mereka aktif (buka/operasional) tetapi belum membayar sesuai dengan ketentuan mengenai sewa kios, sesuai dengan SK Kementerian Keuangan dan SK Dijen Perhubungan Darat,” jelasnya.
Kalau yang mengundurkan diri, kata Rokhim, langsung ditutup tanpa memasang stiker penyegelan. Karena yang penghuni yang bersangkutan mengundurkan diri dari daftar pengajuan sesuai SK tersebut.
Ia juga mengaku, terhadap penghuni kios yang belum membayar tersebut, pihak BPTD Wilayah X juga tidak serta menutup paksa kios-kios yang umumnya digunakan untuk tempat usaha agen penjualan tiket bus dan warung tersebut.
Sebab sampai dengan dua kali diterbitkannya e-billing, penghuni yang belum membayar sampai dengan 12 Juli 2019 (14 hari setelah batas akhir), masih diberikan kesempatan melalui surat peringatan (SP) untuk mengosongkan dan menutup kiosnya secara mandiri.
Tetapi ternyata sampai dua kali diterbitkannya SP dan masih belum membayar sewa dan belum mengosongkan secara mandiri, maka seperti yang bisa disaksikan, dilakukan upaya penutupan secara paksa.
Rokhim juga menjelaskan, sebelum dilakukan penutupan hari ini, para penghuni kios yang belum memenuhi kewajibannya tersebut juga diajak duduk bersama untuk bermusyawarah mencari solusi yang terbaik di kantor Terminal Bawen.
Bahkan upaya negosiasi berlangsung hampir satu jam sebelum tindakan penutupan dan penyegelan kios dilakukan oleh petugas BPTD Wilayah X Jawa Tengah dan DIY. “Sehingga, kami tidak memaksakan kehendak, harus begini tetapi masih memberikan kelonggaran untuk bermusyawarah dengan penghuni kios tersebut,” jelasnya.
Ia juga menjelaskan, di lingkungan Terminal Bawen ini, seluruhnya ada 132 kios. Hasil sosialisasi yang dilakukan BPTD Wilayah X pada Agustus 2018 tercatat sebanyak 79 penghuni mengajukan perpanjangan sewa.
Yang sudah membayar sebanyak 53 kios di antaranya. “Berarti sisanya ada 26 kios yang hingga tindakan ini diambil belum mau membayar dan memang ada yang mengundurkan diri dari perjanjian tersebut,” lanjutnya.
Ia juga mengungkapkan, baru kali ini dilakukan perjanjian penandatanganan kontrak sewa kios di dalam Terminal Bawen. “Karena sejak Januari 2017 (sejak Terminal Bawen selesai dibangun) hingga Juli 2018 memang digratiskan,” tegasnya.
Salah seorang pemilik kios yang disegel, Setiyanto (56) mengaku, ada beberapa alasan yang membuat beberapa penghuni kios lainnya belum membayar hingga kios mereka ditutup paksa oleh pengelola terminal.
Pertama, karena selama ini mereka tidak mendapatkan kejelasan mengapa harga sewa yang dikeluarkan BPTD Wilayah X Jawa Tengah dan DIY di Terminal Bawen nominalnya mencapai Rp 3.480.000 per bulan.
Sebab sebagai perbandingan, harga sewa kios di Terminal Tirtonadi, Solo, nilainya masih berada di bawah harga tersebut. “Atau di Terminal Bus Tingkir Salatiga yang saat ini masih mencari kesepakatan dengan harga sewa sebesar kios Rp 2 juta per tahun,” jelasnya.
Ia juga mengaku, dulu saat terminal bus ini masih di bawah pengelolaan Dinas Perhubungan Kabupaten Semarang, ia juga ‘membeli’ hak guna kios dari pemilik lain dengan harga belasan juta rupiah. Namun ini tidak berlaku lagi meskipun bukti-bukti pembayaran tersebut masih disimpannya.
Kendati saat ini ada lebih dari 50-an penghuni kios yang bersedia membayar, sebenarnya mereka melakukannya karena terpaksa. “Karena penghuni mendapatkan tekanan dari petugas setempat, kalau tidak membayar maka akan dittup paksa,” ujarnya.
Namun, hal ini dibantah oleh Ketua Paguyuban Penghuni Kios Terminal Bawen, Bambah Sri Budiarto. Menurutnya, 90 persen penghuni kios dengan kesadaran masing-masing memang telah menyatakan kesediaan untuk membayar ketentuan uang sewa tersebut.
Sebagai warga yang mencari nafkah di lingkungan Terminal Bawen ini, sudah semestinya mengikuti dan mematuhi ketentuan dari pengelola terminal. “Jadi kios yang masih buka ini adalah penghuni yang sudah melaksanakan kewajibannya,” jelas Budiarto.