Selasa 06 Aug 2019 15:27 WIB

Menghadapi Siswa TK Tantrum dengan Komunikasi yang Efektif

Ketika tantrum, siswa prasekolah/TK menunjukkan perilaku serupa, seperti berteriak

 Astuty Pohan, S.Sos, M.M (paling kiri) bersama guru-guru TK Al Hikmah.
Foto: Dokumentai pribadi
Astuty Pohan, S.Sos, M.M (paling kiri) bersama guru-guru TK Al Hikmah.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Astuty Pohan, S.Sos, M.M*

Banyak yang mengira tantrum hanya terjadi pada anak-anak berusia di bawah tiga tahun. Padahal, tantrum juga bisa terjadi pada anak-anak berusia hingga enam tahun, termasuk mereka yang berada pada masa prasekolah atau taman kanak-kanak.

Ketika tantrum, siswa prasekolah atau TK juga menunjukkan perilaku serupa, seperti berteriak dan membenturkan kepala ke tembok. Seperti halnya pada balita, tantrum anak usia prasekolah terjadi karena mereka kelelahan, lapar, marah, kesal atau ketakutan, tetapi tidak mampu mengkomunikasikan kepada orang yang lebih dewasa.

Pada usia prasekolah, khususnya mereka yang berusia lima tahun, anak-anak sudah memahami hal-hal yang muncul setiap hari, termasuk uang dan makanan. Untuk itu, ada juga kemungkinan bahwa anak-anak prasekolah tantrum karena perilaku manipulatif, yakni keinginan untuk mendapatkan sesuatu.

Untuk itu, sangat penting bagi orang yang lebih dewasa memahami anak prasekolah yang tantrum. Apalagi, usia prasekolah menjadi usia yang penting dalam mendidik nilai-nilai dasar pada anak.

Adanya potensi tantrum pada anak usia prasekolah, penulis, Astuty Pohan, S.Sos, M.M, selaku dosen yang memfokuskan pada kajian psikologi komunikasi dan komunikasi antarpribadi di FIKOM Universitas Bhayangkara Jakarta Raya, melakukan pengabdian masyarakat di TK Al Hikmah, Taman Wisma Asri, Bekasi Utara, Kota Bekasi Jawa Barat, Jumat (2/8). Pengabdian masyarakat ini untuk memberikan pemahaman kepada guru-guru ketika menghadapi anak yang tantrum di kelas dengan pendekatan psikologi komunikasi.

Kajian psikologi komunikasi menekankan pada tiga hal, yakni pemahaman atau kognitif, perasaan atau afektif, dan behavior atau perilaku. Tantrum terkait dengan afektif atau perasaan. Untuk itu, dalam berkomunikasi dengan siswa TK yang tantrum, guru harus memperhatikan perasaan si siswa.

Dalam menghadapi siswa yang tantrum di kelas, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah memisahkan anak tersebut ke ruangan lain. Pemisahan anak dengan teman-temannya menjadi penting supaya guru bisa fokus untuk menenangkan anak.

Untuk itu, guru harus memberikan waktu bagi anak untuk mengelola emosinya. Pada tahap ini, guru tidak boleh meninggikan nada suara. Guru harus menunjukkan dia tenang sekaligus otoritatif terhadap siswa.

Selanjutnya, guru bisa bertanya apa yang menjadi masalah, atau masalah apa yang membuat si siswa menjadi tantrum. Pada tahapan ini, sangat penting bagi guru untuk menunjukkan empati kepada siswa. Termasuk, memotivasi atau memberikan semangat pada anak. Guru juga jangan segan untuk menawarkan bantuan kepada siswa.

Namun, guru juga harus memahami kemungkinan siswa yang tantrum karena dia menginginkan sesuatu. Pada posisi ini, guru harus mampu menunjukkan sikap tegas untuk tidak langsung memenuhi keinginan tersebut. Namun, kata-kata yang diungkapkan jangan sampai mengesankan bahwa guru marah pada si anak. Untuk itu, penting bagi guru untuk menjelaskan kenapa keinginan tersebut tidak bisa dipenuhi.

Penanganan siswa tantrum sebaiknya tidak berhenti ketika siswa sudah kembali tenang. Pada kesempatan selama pengajaran, guru juga harus memberikan perhatian kepada siswa yang tantrum. Guru harus bisa mendengarkan keluh kesah anak. Selain itu, guru bisa mengkomunikasikan terus-menerus untuk memberikan pengertian kepada siswa soal mana yang sebaiknya dilakukan dan mana yang tidak.

Tidak hanya itu, guru juga perlu mendidik siswa untuk bisa mengkomunikasikan apa yang berada dalam pikirannya. Pada tahapan ini, guru dan siswa juga bisa menyepakati bahasa-bahasa yang akan digunakan agar guru lebih memahami keinginan siswa. Misalnya, jika siswa kesulitan dengan bahasa-bahasa verbal lisan maka guru bisa membiasakan siswa menulis keinginan melalui bahasa verbal tulisan.

Jika siswa kesulitan pada dua hal tersebut maka guru dapat membiasakan siswa menggunakan bahasa nonverbal.  Selain itu, hal yang juga patut diperhatikan oleh guru adalah anak pada usia prasekolah tidak tantrum setiap hari. Studi yang dilakukan oleh Asosiasi Psikologi di Amerika Serikat menunjukkan 84 persen anak prasekolah tantrum satu kali dalam satu bulan dan hanya sembilan persen yang tantrum lebih sering. Untuk itu, guru harus mulai membicarakan dengan orang tua ketika siswa tantrum setiap hari.

Pengabdian Masyarakat ini dihadiri oleh delapan guru TK Al Hikmah. Selama pengabdian masyarakat berlangung, para guru juga berbagi pengalaman menghadapi siswa-siswa yang tantrum. Kepala TK Norma Dewi, S.Ft mengatakan ada satu hingga dua siswa yang tantrum di sekolah sehingga menuntut guru TK memahami pola komunikasi ke siswa. Workshop ini memberikan pemahaman kepada guru-guru muda untuk memahami emosi anak ketika dia tantrum karena capek, tertekan, atau depresi di sekolah. “Sebagai guru TK, memang perlu tahu komunikasi ke anak itu ada triknya sendiri, tidak seperti ngomong ke orang dewasa,” kata dia.

*) Penulis adalah Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement