Sabtu 03 Aug 2019 13:47 WIB

Menanti Angin Perubahan PSSI

Kritik untuk KLB PSSI karena para pecinta sepakbola menginginkan perubahan

 Mohammad Akbar
Foto: dok.Pribadi
Mohammad Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Mohammad Akbar, Instagram: @akbar_akb2909

Seorang kawan wartawan yang sudah puluhan tahun bertugas di PSSI menyindir para pengurus organisasi tertinggi sepak bola Indonesia lewat akun media sosialnya. Sindirannya mengarah pada sikap pemilik suara (voters) yang menghadiri Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI yang digelar di Ancol, sepekan lalu.

Melalui medsos, kawan itu menulis, KLB PSSI .... Duduk-Setuju-Teken-Pulang????" Lalu, dalam status Facebook yang lainnya, kawan itu lebih tajam lagi mengkritik dengan menulis, Ngeri nich turun gunung ... penerima suap dan pernah dihukum PSSI kasus Penajam Medan Jaya juga ada.

Munculnya sindiran dan kritik yang cuma disampaikan lewat media sosial itu tentunya menjadi cerminan betapa KLB yang digelar oleh PSSI masih belum menyentuh pada aspek mendasar yang diinginkan para pencinta sepak bola di negeri ini, yakni perubahan! Ya, semangat untuk membawa perubahan di tubuh induk organisasi sepak bola di negeri ini sepertinya masih setengah hati. Padahal, pada saat awal Joko Widodo memegang kuasa sebagai presiden periode 2014-2019, angin perubahan sudah diembuskan secara kencang.

Melalui tangan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), PSSI yang dinilai mbalelodibekukan status keorganisasiannya. Salah satu akibatnya adalah seluruh kompetisi sepak bola di negeri ini dihentikan.

Sayangnya, pembekuan PSSI itu tidak diikuti dengan langkah lanjutan yang matang. Tekad untuk membersihkan sepak bola Indonesia dari beragam skandal culas serta mengatur ulang tata kelola kompetisi yang lebih baik ternyata hanya menyisakan harapan kosong.

Di sisi yang lain, pemerintah juga tak kuasa menahan tekanan FIFA yang telah "menyemprit" karena dinilai melakukan intervensi kepada anggotanya--dalam hal ini adalah PSSI. Alhasil, angin perubahan yang sempat diembuskan pada masa awal periode Jokowi memimpin negeri ini hanya menjadi impian semu.

Bahkan, sikap "desersi" Eddy Rahmayadi yang tidak menuntaskan masa jabatannya sebagai ketua umum PSSI hingga labelisasi Djoko Driyono --kala itu menjabat plt ketum PSSI-- sebagai tersangka kasus pengaturan skor oleh Satgas Antimafia Bola pada Februari 2019, menjadi penebal tinta merah buat kinerja PSSI.

Semua persoalan itu tentunya menjadi tugas besar yang harusnya segera diperbaiki oleh PSSI. Sayangnya, harapan terkadang tak selamanya sejalan dengan kenyataan. Sikap para votersyang tak berani kritis terhadap beragam persoalan di sepak bola Indonesia, tentunya bisa menjadi faktor penghambat untuk dapat terwujudnya perubahan bagi sepak bola anak bangsa yang lebih baik.

Sebagaimana pernah disampaikan Akmal Marhali, aktivis dari Save Our Soccer (SOS), KLB itu seharusnya bisa menjadi momentum terbaik bagi PSSI untuk mengembalikan kepercayaan dan integritasnya kepada publik pencinta sepak bola. Apalagi, salah satu output dari KLB PSSI 2019 itu adalah desakan voters untuk mempercepat rencana pemilihan ketua umum PSSI, dari jadwal yang sebelumnya pada Januari 2020 dipercepat menjadi November 2019.

Lalu, apakah angin perubahan pada PSSI itu akan menghilang? Tentunya, jika kita ingin melihat sepak bola negeri ini bisa berprestasi dan dibanggakan, tak boleh ada kata menyerah untuk terus mengembuskan angin perubahan.

Apalagi, di era keterbukaan informasi seperti sekarang.

Jika keran-keran perubahan itu telah tersumbat lewat jalur formal, satu-satunya cara yang bisa dilakukan adalah menyuarakannya lewat media sosial sebagaimana yang sudah dilakukan oleh kawan wartawan yang saya tuliskan di awal. Jadi, siapkah kita untuk menjadi bagian yang bertanggung jawab dan ingin mendorong angin perubahan bagi PSSI serta sepak bola negeri ini?

Semangat untuk membawa perubahan di tubuh induk organisasi sepak bola di negeri ini sepertinya masih setengah hati.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement