Selasa 06 Aug 2019 08:06 WIB

Maaf Saja tak Cukup

Harus ada kompensasi untuk gangguan listrik yang lama.

Teguh Firmansyah
Foto: Republika/Kurnia Fakhrini
Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Teguh Firmansyah*

Lebih dari 12 jam listrik di sebagian Jawa, termasuk di wilayah Jabodetabek mati. Bahkan ada yang mencapai 20 jam tidak menyala. Kejadian ini memunculkan sejumlah dampak, dari mulai rangkaian Moda Raya Terpadu (MRT) yang mogok di jalur bawah tanah, rangkaian komuter tak berfungsi, sinyal telekomunikasi mati, internet redup, hingga toko-toko yang terpaksa tutup.

Tidak hanya itu, para pecinta Koi, bahkan harus kehilangan ikan kesayangan mereka. Ada yang kehilangan belasan atau hingga puluhan seperti dialami sejarawan JJ Rizal. Dalam kicauannya JJ Rizal mengaku 43 ikannya menjadi korban mati listrik PLN.

Ibu-ibu yang menyimpan air susu ibu perah (ASIP) juga dipusingkan untuk menjaga agar ASIP tersebut tetap dingin dan bertahan. Belum lagi masalah-masalah lain dari mulai gangguan transaksi bank, SPBU tutup, hingga ibu-ibu yang kesulitan masak. Tak terhitung berapa jumlah kerugian langsung maupun tak langsung akibat dari pemadaman ini.

PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) telah meminta maaf atas insiden itu. PLN menyebut salah satu penyebab padamnya listrik karena ada ganggunan di Saluran  Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 500 kv Ungaran-Pemalang. Kemudian disusul gangguan sirkuit kedua yang menyebabkan jaringan SUTP Depok dan Tasik mengalami gangguan.

Sejumlah alasan teknis inilah yang terus dijelaskan ke publik, termasuk kepada Presiden Joko Widodo saat mengunjungi kantor pusat PLN pada Senin (5/8) pagi. PLN belum menjelaskan penyebab lamanya proses pemadaman ini berlangsung dan jangkauannya yang sangat luas, penyebab saluran Ungaran bermasalah, maupun apakah ada faktor kelalaian manusia?

Sejatinya PLN selaku satu-satu penyuplai listrik di dalam negeri memiliki kontingensi plan atau rencana darurat jika ada satu gangguan. Ada standar prosedur operasional yang mengatur maksimal waktu pemadaman.  Bila satu aliran bermasalah, maka hanya dalam hitungan menit, suplai dari sumber yang lain bisa masuk.  Pertanyaan ini juga yang diajukan Jokowi ke PLN.

Apalagi kasus pemadaman listrik massal ini bukan kali ini terjadi. Pada 2005, di saat era Susilo Bambang Yudhoyono, daerah Jawa dan Bali pernah mati listrik selama tiga jam.

Bertanggung jawab

Pemadaman listrik ini menjadi sorotan sejumlah media asing. Media Inggris BBC menulis dengan judul 'Indonesia blackout: Huge outage hits Jakarta and Surrounding area'.

Media berbasis Singapura, Channelsnewsasia menulis dengan judul artikel, "Tens of millions hit by Indonesi Power Blackout." Bahkan media Israel sampai-sampai ikut menulis artikel "Indonesia capital, neighboring province in Java hit by major power blackout."

Kasus pemadaman listrik ini, tak cukup hanya dengan meminta maaf. Bentuk pertanggungjawaban atas kasus ini. Pertama, dari sisi konsumen, PLN tentu harus memberikan kompensasi atas pemadaman ini, baik untuk sektor rumah tangga maupun para pelaku usaha. Ganti rugi disampaikan secara transparan ke publik. Aturan ganti rugi ini juga telah diatur dalam regulasi Kementerian ESDM. 

Pertanggungjawaban lain adalah PLN bisa memastikan agar kasus ini tidak terulang lagi. Perbaikan manajemen dari hulu hingga hilir harus segera dilakukan.  Sistem ketersediaan listrik mesti dibenahi. Aliran listrik harus terkoneksi antarpembangkit. Sehingga jika ada satu yang mati, bisa teraliri dari pembangkit yang lain. Sesuai moto PLN, "Listrik untuk Kehidupan yang Lebih Baik". PLN mesti menjamin seluruh wilayah Indonesia teraliri listrik dan memastikan tak ada pemadaman.

*) Penulis adalah jurnalis republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement