REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persaudaraan Pangkas Rambut Asal Garut (PPRAS) mengemukakan, anggotanya turut terimbas pemadaman listrik pada Ahad (4/8). Banyak konsumen pangkas rambut yang protes karena cukuran yang tidak tuntas begitu listrik padam.
"Saya dapat info dari kawan yang buka usaha pangkas rambut di wilayah Jabodetabek, dari kemarin banyak konsumen pulang lagi gara-gara mati listrik," kata Penasihat PPARS, Rudy 24, melalui sambungan telepon kepada Antara di Jakarta, Senin sore.
Menurut Rudy, rekan seprofesinya kesulitan menuntaskan tugas mencukur rambut konsumen. Alhasil, sebagian konsumen pulang dengan kepala pitak.
"Banyak konsumen dicukur tidak full, kebanyakan baru sebelah saja dan jadi bahan gunjingan di media sosial," kata Rudy.
Mengapa bisa begitu? Menurut Rudi, mayoritas dari 2.000 anggota PPARS se-Jabodetabek menggunakan mesin cukur untuk memangkas rambut. Hanya sebagian kecil saja yang pandai mencukur secara manual menggunakan gunting.
Sebagian besar konsumen yang rambutnya belum tuntas dicukur adalah yang meminta gaya potongan cepak atau berkisar 2 cm sampai 5 cm. Kejadian itu lantas menjadi perhatian kalangan warganet di Indonesia yang memviralkan melalui medsos sebagai kritik bagi operator listrik di Indonesia.
Selain memprotes potongan rambut, sebagian besar konsumen juga memprotes pendingin udara serta penerangan yang padam. Rudy pun mengatakan, anggota PPARS mengeluhkan layanan PLN.
"Intinya mah konsumen dan tukang cukur mengeluh, penerangan kurang," katanya.
Para pemangkas rambut menjanjikan kompensasi bagi konsumen untuk menuntaskan cukuran yang gagal pada Ahad lalu. Akan tetapi, rata-rata konsumen menolak karena merasa kecewa dengan hasil cukuran.
"Masih ada juga yang nyukur gelap-gelapan karena sebagian daerah di Jabodetabek terkena pemadaman bergilir," katanya.