Senin 05 Aug 2019 13:28 WIB

Listrik Padam, Investasi Sektor Manufaktur Bisa Melambat

UMKM dinilai menjadi korban paling rentang akibat padamnya listrik.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Friska Yolanda
Suasana ketika terjadinya pemadaman listik di kawasan pemukiman padat penduduk Karet Tengsin, Jakarta, Ahad (4/8).
Foto: Republika/Prayogi
Suasana ketika terjadinya pemadaman listik di kawasan pemukiman padat penduduk Karet Tengsin, Jakarta, Ahad (4/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemadaman listrik di Jabodetabek yang terjadi sejak Ahad (4/8) hingga hari ini, Senin (5/8) telah menganggu aktivitas ekonomi secara signifikan. Adanya pemadaman ini bahkan dapat mempengaruhi potensi investasi di sektor manufaktur.

Pemadaman listrik tersebut membuat perkantoran, pusat perbelanjaan dan industri manufaktur terdampak. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira, memperkirakan investasi di sektor manufaktur akan melambat akibat pemadaman listrik.

Baca Juga

"Investasi di manufaktur diperkirakan akan melambat karena investor merasa pasokan energi tidak pasti. Jika mereka ekspansi pabrik tapi jaminan energi listrik tidak stabil ya mereka cari negara lain yang lebih siap," jelasnya kepada Republika.co.id, Senin (5/8).

Imbas lain pemadaman berefek ke Pelayanan masyarakat dari rumah sakit hingga kantor pemerintah. Selain itu, pemadaman juga merugikan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Jabodetabek dan wilayah yang terganggu.

UMKM dinilai menjadi korban yang paling rentan karena tidak smua mampu beli genset untuk backup ketika listrik padam. "Bisa dibayangkan pekerjaan seperti bengkel, makanan dan minuman yang bergantung pada listrik terganggu," ujar Bhima.

Gangguan listrik yang berimbas ke jaringan telepon dan internet juga mempengaruhi jual beli secara online. Pesanan jadi terlambat, dan konsumen mengeluh.

Menurut Bhima, kerugian ekonomi secara total ditaksir bisa menembus triliunan jika kondisi pemadaman terus berlanjut selama 2-3 hari. Apalagi lebih dari 70 persen uang beredar di Indonesia terpusat di DKI Jakarta.

"Artinya kalau pusat ekonomi terganggu imbasnya ke pertumbuhan secara nasional," tambahnya.

Di sisi lain, masyarakat di kota-kota besar umumnya sudah cashless, dan biasa bertransaksi non tunai. Hal ini telah menyulitkan masyarakat melakukan aktivitas pembayaran.

"Cashless butuh infrastruktur listrik dan internet yang stabil. Terutama warung- warung kecil, kalau mati listrik ya tidak bisa bayar pakai uang elektronik," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement