Sabtu 03 Aug 2019 08:03 WIB

Daerah Eksekusi Penonaktifan PBI Kesehatan

Daerah Eksekusi Penonaktifan PBI Kesehatan

Rep: antara/mabruroh/ Red: Muhammad Subarkah
Defisit BPJS Kesehatan dari tahun ke tahun
Defisit BPJS Kesehatan dari tahun ke tahun

REPUBLIKA.CO.ID, TANJUNGPINANG, JAKARTA — Pemerintah mengumumkan rencana menonaktifkan 5,2 juta peserta penerima bantuan iuran (PBI) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Sejumlah daerah mulai menjalankan keputusan tersebut.

Di Tajungpinang, Kepulauan Riau, Kemensos menonaktifkan sebanyak 7.000 peserta PBI BPJS Kesehatan Cabang Tanjungpinang. Angka itu tersebar di lima wilayah kerja BPJS Kesehatan Cabang Tanjungpinang.

Di antaranya dari Kabupaten Bintan 1.769 orang, Kabupaten Anambas 1.438 orang, Kabupaten Natuna 1.524 orang, Kabupaten Lingga 1.004 orang, dan Kota Pinang 1.671 orang.

"Kami akan lakukan sosialisasi masif, agar masyarakat tahu penonaktifan ini dilakukan berdasarkan SK Kemensos tahun 2019," kata Kepala Bidang SDM, Umum, dan Komunikasi Publik BPJS Kesehatan Kantor Cabang Tanjungpinang, Agusrianto, kemarin.

Agus mengatakan, 7.000 PBI yang dinonaktifkan itu disebabkan beberapa hal, misalnya, memiliki NIK dengan status tidak jelas. Kemudian, ada yang tidak memanfaatkan layanan kesehatan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sejak 2014 hingga saat ini. "Ada juga yang tercatat telah meninggal dunia, memiliki data ganda, serta pindah segmen atau menjadi lebih mampu," ujarnya.

Pihaknya mempersilakan peserta PBI APBN yang merasa kartu JKN-nya sudah tidak aktif untuk membuat pengaduan ke dinas sosial (dinsos) di masing-masing daerah untuk diminta masuk ke dalam kuota PBI yang dibiayai oleh pemerintah daerah .

"Kami juga mendorong pemerintah daerah agar mengakomodasi peserta PBI yang dinonaktifkan tersebut ke dalam APBD," kata Agus.

Sebanyak 13.995 peserta penerima bantuan iuran BPJS Kesehatan di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, juga dinonaktifkan kepesertaannya terhitung mulai 1 Agustus 2019 karena tidak masuk dalam basis data terpadu.

"Penjelasan sementara bahwa mereka dinonaktifkan karena tidak masuk dalam basis data terpadu (BDT)," kata Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Kulon Progo, Eko Pranyoto, Jumat.

Selain itu, dia melanjutkan, peserta KIS dinonaktifkan karena ada identitas yang tidak sesuai. "Sekarang sedang kami teliti kebenarannya. Hasil sementara, 1.888 orang peserta PBI BPJS atau KIS ternyata masuk dalam BDT, tapi Dinsos P3A belum mengecek identitas kependudukannya,” kata dia.

Ia mengimbau pemilik KIS untuk mengecek terlebih dahulu, apakah kartunya masih aktif atau tidak. Jangan sampai, dia melanjutkan, sudah berobat, tapi tidak dijamin.

"Dalam waktu dekat, setelah data kami ketik, akan disampaikan ke pemerintah desa supaya informasinya sampai ke masyarakat. Selain itu, data penerima yang dinonaktifkan bisa dicocokkan dengan data di pemerintah desa," ujarnya.

Selanjutnya, Dinsos P3A akan melakukan konsultasi dan koordinasi dengan Kementerian Sosial untuk menindaklanjuti penonaktifan 13.995 orang peserta PBI BPJS/KIS. Pihaknya akan mempertanyakan apakah kuota bantuan APBN masih tetap atau berkurang.

"Kalau bantuannya masih tetap, kami akan memasukkan warga yang dinonaktifkan sesuai data," katanya.

Eko menambahkan, data seluruh peserta KIS atau PBI BPJS menggunakan Jamkesmas yang kemudian diintegrasikan menjadi JKN PBI. Setelah ada BDT, bantuan-bantuan dari pemerintah pusat, khususnya dari Kementerian Sosial, harus masuk BDT.

Pelanggaran serius

Sementara, Jamkes Watch selaku lembaga pengawas pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional yang dibentuk Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyatakan menolak langkah BPJS Kesehatan tersebut.

“Langkah untuk menonaktifkan 5,2 juta peserta PBI ini adalah pelanggaran serius terhadap hak rakyat untuk mendapatkan jaminan kesehatan," kata Direktur Eksekutif Jamkes Watch, Iswan Abdullah, dalam pernyataan yang dikirimkan ke Republika, Jumat (2/8).

Pencoretan karena ada peserta yang NIK KTP-nya belum tercatat di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) atau karena sejak 2014 tidak pernah mengakses layanan kesehatan ke faskes yang telah ditentukan tak masuk akal. "Jangan sampai permasalahan administratif mengalahkan substansi," kata dia.

Staf Khusus Menteri Sosial Febri Hendri Antoni Arif mengatakan, proses menonaktifkan peserta tersebut ditandai dengan keputusan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) yang ditandatangani Menteri Sosial (Mensos) Agus Gumiwang. Dalam berkas tersebut ditetapkan bahwa 5,2 juta individu tak lagi masuk klasifikasi warga prasejahtera yang membutuhkan bantuan sosial, termasuk PBI.

"Keputusan menteri ini sebagai suatu upaya peningkatan data PBI agar lebih tepat sasaran, kemudian digantikan orang yang lebih berhak," ujar Febri ditemui di kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Jakarta, Rabu (31/7). n

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement