REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tersangka kasus korupsi Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia Sjamsul Nursalim sebagai buron alias masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Hal itu disampaikan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang pada Jumat (2/8). "Iya iya DPO," kata Saut di Gedung KPK Jakarta.
Namun, Saut belum menjelaskan ihwal surat keterangan DPO itu sudah dikirimkan ke kepolisian internasional (interpol) atau belum. Menurut Saut, surat tersebut sudah disiapkan oleh pihak Deputi Penindakan. "Saya belum tahu teknisnya seperti apa tapi kemarin dari deputi sudah menyiapkan itu," ujar Saut.
Diketahui, pasangan suami istri tersebut selalu mangkir dari pemanggilan pemeriksaan. Padahal, KPK telah melayangkan surat pemanggilan ke sejumlah alamat di Indonesia maupun Singapura yang terafiliasi dengan Sjamsul dan Itjih.
Tak hanya itu, KPK juga telah meminta bantuan otoritas Singapura maupun Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Singapura untuk menyampaikan pemanggilan tersebut. Koordinasi dengan otoritas Singapura dan KBRI juga akan dilakukan KPK dalam pemanggilan pemeriksaan terhadap Sjamsul dan Itjih.
Sjamsul dan Itjih diduga melakukan misrepresentasi terkait dengan piutang petani petambak sebesar Rp 4,8 triliun. Misrepresentasi tersebut diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 4,58 triliun. Pasalnya, saat dilakukan Financial Due Dilligence (FDD) dan Legal Due Dilligence (LDD) disimpulkan bahwa aset tersebut tergolong macet dan hanya memiliki hak tagih sebesar Rp 220 miliar.
Atas perbuatan tersebut, keduanya disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.