REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Senior dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), J Kristiadi, mengatakan jabatan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) bukan sesuatu yang spesial. Ia mengatakan ketua MPR memiliki kedudukan yang sama dengan anggota MPR lainnya.
Menurut dia, aneh jika Ketua MPR itu seolah-olah merupakan komandan bagi seluruh anggota MPR. "Ketua MPR bukan komandan yang mengomandani anggota yang sekian ratus orang, bukan begitu. Ketua MPR itu kedudukannya dengan anggota MPR itu sama semua," kata Kristiadi kepada wartawan dalam diskusi di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (2/8).
Ia mengatakan ketua MPR dipilih untuk mengagendakan agenda penting lima tahun ke depan. Kendati demikian, dia tidak memungkiri dalam tugasnya sehari-hari, seorang ketua MPR memiliki perangkat protokoler secara lengkap.
Keistimewaan ini, ia mengatakan, bisa membuat orang terlena. "Dekat dengan Presiden, Wakil Presiden, bisa bicara apa saja, dekat dengan wartawan, mungkin itu maksudnya. Tetapi, ketua MPR secara kelembagaan ya bukan komandan. Bagi rakyat tidak ada apa-apanya," kata dia.
Untuk itu, dia menyarankan, ketua MPR ke depan harus merupakan sosok bijaksana dan mudah diterima semua pihak. "Ketua itu orang yang bijak, acceptable, berwibawa, bermartabat, dipilih," kata dia.
Saat disinggung tentang nama sosok ideal bagi ketua, Kristiadi enggan menegaskan. Dia hanya menyarankan ke depannya MPR harus memiliki ketua yang bisa memberikan kenyamanan bagi semuanya.
"Sebut orang saya nggak bisa, tapi orang yang bijak saja, bermartabat, bisa memberikan rasa nyaman kepada semua anggota MPR, sudah bisa menyusun agenda benar. Orangnya belum tahu, kita lihat dulu nanti," tambahnya.
Posisi ketua MPR menjadi rebutan sejumlah parpol. Tidak hanya bagi parpol koalisi pengusung Jokowi, misalnya PKB, Golkar dan Nasdem, kursi pimpinan tertinggi MPR juga diinginkan oleh koalisi oposisi semisal Gerindra, PAN dan Partai Demokrat.
Kursi ketua MPR