Jumat 02 Aug 2019 08:31 WIB

Utang Online Dibayar, Masalah Selesai?

Tidak pinjam uang, tapi ikut terkena teror.

Fintech Lending. Ilustrasi
Foto: Google
Fintech Lending. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Suara Ratih Puspa (32 tahun) meninggi dan mengeras ketika menceritakan pengalamannya berutang kepada teknologi finansial (tekfin) pinjaman ilegal. Rasa murkanya terhadap tekfin ilegal belum hilang hingga kini.

Warga Jakarta itu amat menyesal karena pernah melakukan pinjaman. Beberapa bulan lalu, Ratih pernah berurusan dengan dua tekfin ilegal. Dia menyebut, nama tekfin itu Liontek dan Biru Udara.

Ratih mengetahui keberadaan dua tekfin itu lewat iklan yang muncul di media sosial. Karena sedang ada kebutuhan mendesak, ia mengklik iklan itu dan mengunggah aplikasinya. Hal yang ia sesali, ia sama sekali tak tahu bahwa ada tekfin yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan ada yang tidak. Ia juga tak melakukan cek soal status tekfin tersebut.

Ratih meminjam Rp 1 juta. Namun, dana yang diterimanya hanya Rp 700 ribu. Pinjaman dengan tenor tujuh hari itu harus ia kembalikan sebesar Rp 1,2 juta. Saat hari ketujuh, tekfin ilegal itu menagih dengan sangat tidak sopan. "Kata-katanya sangat kasar," kata Ratih saat bercerita kepada Republika, Jumat (1/8).

Hari itu juga Ratih membayar utangnya. Namun, masalah tak selesai. Muncul jasa pinjaman online lain yang menghubunginya melalui telepon, aplikasi pesan Whatsapp, dan pesan singkat. Mereka bukan menawarkan pinjaman, melainkan memeras Ratih dengan menyebut bahwa dirinya meminjam di aplikasi mereka dan harus membayar juga.

"Sudah lunas pembayarannya. Tiba-tiba banyak yang menghubungi dan menagih dari tekfin-tekfin lain dengan alasan saya punya tagihan jatuh tempo di mereka," kata Ratih dengan nada gusar.

Merasa tidak meminjam, ia tidak menghiraukan. Namun, ternyata akibatnya sangat parah untuk Ratih. Bahkan, tekfin-tekfin itu memiliki daftar kontak ponsel yang ia izinkan untuk diakses oleh tekfin pertama yang ia gunakan jasanya.

Mereka, kata Ratih, mengganggu semua kontak di ponselnya. Teman-temannya dikirimi pesan yang juga bernada kasar. "Aku depresi sendiri sampai akhirnya aku memutuskan ganti nomor dan reset ponsel," kata dia.

Selain depresi, ia juga malu karena teman-temannya ikut diteror. Ia sempat melapor kepada lembaga bantuan hukum. Namun, ia hanya disarankan untuk mengabaikan. "Menurut LBH itu, kasus yang saya alami tersebut terjadi pada ribuan orang," ujar dia.

Ia berharap tidak ada lagi orang yang berhubungan dengan tekfin ilegal. "Semoga pihak berwenang segera menangkap para rentenir online itu." Kini ia kapok berhubungan dengan pinjaman online.

Kisah lain dialami Sari, warga Depok, Jawa Barat. Sari yang pernah terjerat utang tekfin ilegal mengaku awalnya hanya berawal dari iseng-iseng untuk mengunduh aplikasi tekfin dan meminjam uang dari jasa tekfin yang marak bermunculan. "Awalnya sih nggak dipakai buat apa-apa uangnya, cuma pinjam, lalu dikembalikan lagi," kata dia.

Mendapat uang dengan begitu mudah ternyata membuatnya ketagihan. Ia mencoba kembali mengajukan pinjaman di aplikasi-aplikasi lainnya. Kali ini uang itu ia gunakan untuk berbagai hal.

Awalnya ia meminjam di aplikasi Easy Cash yang terdaftar di OJK. Jumlah pinjaman sebesar Rp 400 ribu. Setelah menginstal aplikasi tersebut, muncul aplikasi-aplikasi lain yang menawarkan pinjaman, seperti PinjamYuk, Dana Rupiah, dan lainnya yang juga terdaftar di OJK.

Adapun yang jadi persoalan, kata dia, bermunculan lagi aplikasi-aplikasi yang tidak terdaftar di OJK. Ia mengaku terpaksa mengajukan pinjaman karena utangnya menumpuk.

Sari menyesal karena rasa keisengannya itu yang akhirnya membuat ia mendapati rentetan masalah. Ia mengaku meminjam uang pada sekitar 20 aplikasi tekfin, baik legal maupun ilegal. "Total utang saya saat itu Rp 38 juta. Mau tidak mau saya pinjam di satu aplikasi untuk menutup utang di aplikasi lainnya, jadi ya muter aja terus," kata dia.

Saat mengajukan pinjaman, Sari mengakui, ada informasi mengenai bunga, biaya, dan lain-lain. Saat meminjam Rp 1 juta, ia hanya menerima sekitar Rp 800 ribu. Ia juga harus setuju jika aplikasi bisa mengakses kontak di ponsel dan lokasi. Tenor pengembalian beragam mulai dari tujuh hari, 10 hari, 14 hari, sampai 30 hari.

Untuk pinjaman di aplikasi ilegal, biasanya tenor lebih pendek hanya 7-10 hari. Potongan awalnya lebih besar dan nominal pengembalian kadang tidak sesuai dengan kontrak. Penagihan utang menggunakan cara kasar dan mengancam meskipun belum jatuh tempo.

"Aplikasi yang di bawah (terdaftar--Red) OJK lebih sopan dalam menagih. Hanya memang saya merasa agak terganggu kalau sudah dihubungi," kata perempuan berusia 34 tahun ini.

Saat tekfin ilegal melakukan penagihan, ia mendapat ancaman, termasuk akan menyebarluaskan data pribadi dan mengirimkan pesan yang mempermalukan ke kontak-kontak di ponsel. Ini dilakukan oleh fintek ilegal yang sulit ia lacak keberadaannya.

Kini Sari mengaku jera berurusan dengan pinjaman //online//. Selain menyusahkan diri sendiri, orang lain juga terkena imbasnya. Ia sempat cekcok dengan keluarga karena masalah ini. Meski awalnya ia mengaku tidak tahu akibatnya akan menjadi seperti ini. "Utang saya waktu itu lunas karena dibantu oleh orang tua," kata dia mengisahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement