Rabu 31 Jul 2019 22:55 WIB

Belasan Kecamatan di Cianjur Terdampak Kekeringan

Warga kesulitan mendapat air bersih dan pengairan areal pertanian terganggu.

Rep: Riga Nurul Iman/ Red: Endro Yuwanto
Ilustrasi petani yang mengalami kekeringan
Foto: Humas Kementan
Ilustrasi petani yang mengalami kekeringan

REPUBLIKA.CO.ID, CIANJUR -- Sebanyak 16 kecamatan di Kabupaten Cianjur dilaporkan mengalami dampak kekeringan. Warga pun mengalami kesulitan air bersih akibat kekeringan.

"Data sementara ada 16 kecamatan yang mengalami dampak kekeringan," ujar Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Kabupaten Cianjur, Sugeng Supriyatno, Rabu (31/7).

Wilayah yang terdampak misalnya Kecamatan Sindangbarang, Cibonong, Agrabinta, Cidaun, Sukanagara, dan Cibeber.

Menurut Sugeng, wilayah terdampak kekeringan tersebar baik utara maupun selatan Cianjur. Kekeringan tersebut kebanyakan berupa kesulitan air bersih dan areal pertanian yang kesulitan sarana pengairan.

Untuk mengatasinya, kata Sugeng, BPBD menjalin koordinasi dengan sejumlah intansi terkait, seperti PDAM dan Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan Cianjur. Langkah ini dilakukan untuk mendistribusikan bantuan air bersih.

BPBD, lanjut Sugeng, menyiapkan satu tangki atau armada air bersih yang siap didistribusikan. Nantinya pasokan air bersih dilakukan secara bergantian kepada warga.

Sebelumnya, ribuan hektare areal pertanian di Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur, terancam mengalami kekeringan. Sebab, saluran irigasi yang ada di kawasan tersebut jebol pada Januari 2019 lalu dan belum dilakukan perbaikan.

Informasi yang diperoleh menyebutkan, lahan pertanian tergantung pada sarana irigasi, mencapai sekitar 1.007 hektare. Kondisi lahan pertanian di daerah tersebut kini terancam kekeringan di musim kemarau.

"Saluran irigasi mengairi sedikitnya 1.007 hektare lahan pertanian yang berada di sembilan desa di Kecamatan Cibeber,’’ ujar Camat Cibeber, Ali Akbar.

Sehingga, kata Ali, jebolnya saluran irigasi pada Januari 2019 lalu memberikan dampak pada sulitnya sarana pengairan. Apalagi, Ali melanjutkan, saat ini sudah memasuki musim kemarau yang berdampak pada mengeringnya air. Dikhawatiran bila kondisi ini tersebut terus berlangsung, maka akan berdampak pada gagal panen (puso).

Informasi yang diperoleh, kata Ali, Pemprov Jawa Barat sudah melakukan tender perbaikan atau pembangunan irigasi tersebut. Kemungkinan besar pembangunnnya baru dilaksanakan 2020 dan baru bisa berfungsi kembali pada 2021.

Menurut Ali, lamanya proses perbaikan dan pembangunan irigasi ini berdampak pada produksi pertanian. Cianjur akan kehilangan lebih dari puluhan ribu ton padi dengan tidak bisa berfungsinya irigasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement