REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Gubernur Riau Syamsuar menilai kondisi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di daerah berjuluk “bumi lancang kuning” itu belum sampai taraf mengkhawatirkan. Meski demikian, seluruh masyarakat harus ikut membantu pencegahan dan pemadaman kebakaran.
"Belum mengkhawatirkan, kalau mengkhawatirkan asap banyak," kata Syamsuar kepada wartawan saat kunjungan kerjanya di Kabupaten Siak, Rabu (31/7).
Syamsuar yang juga menjabat Komandan Satgas Karhutla Riau mengatakan, satgas kini fokus untuk segera memadamkan kebakaran lahan gambut di Kabupaten Pelalawan. Sebelumnya, Kabupaten Siak juga banyak ditemukan titik api, namun ia mengatakan kebakaran di daerah tersebut sudah bisa dijinakan.
“Yang diharapkan segera padam kebakaran di Pelalawan,” ujarnya.
Menurut Syamsuar, sejauh ini seluruh bantuan dari pemerintah pusat seperti dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) ke Riau sudah sangat memadai, salah satunya bantuan helikopter untuk pemadaman dari udara. Hanya saja, ia mengatakan pemadaman di lokasi terkendala sumber air yang minim, terutama jauh dari sumber air. Kalau dekat sumber air tentu akan cepat padam.
Yang lebih penting, ia meminta pada puncak bulan kemarau hingga Oktober mendatang seluruh pemerintah kabupaten/kota agar turun ke desa-desa yang rawan kebakaran hutan dan lahan. Ia mengajak masyarakat agar tidak membuka lahan dengan membakar.
“Kerja sama dengan pemerintah, sediakan alat-alat pemadam kebakaran dan alat pengolahan lahan agar tidak ada lagi yang membakar,” katanya.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Pekanbaru menyatakan jarak pandang di Kota Pekanbaru menurun tinggal tiga kilometer akibat kabut asap sisa kebakaran hutan dan lahan, pada Rabu pagi. Berdasarkan data BNPB luas karhutla di Riau sejak Januari hingga Juli 2019 sudah lebih dari 27 ribu hektare, atau setengah dari luas kebakaran lahan dan hutan di Indonesia yang mencapai sekitar 52 ribu hektare.
Staf Analisis BMKG Stasiun Pekanbaru, Yasir Prayuna, menyatakan dua daerah paling terdampak kabut asap yakni Pekanbaru dan Pelalawan. Ia mengatakan normalnya jarak pandang di atas delapan kilometer.
“Jarak pandang di Kota Pekanbaru tiga kilometer. Kemarin, Kota Pekanbaru juga dikepung asap. Sedangkan di Kabupaten Pelalawan jarak pandang hanya dua kilometer," katanya.
Kabut asap pekat menyelimuti udara di Pekanbaru dan menurunkan kualitas udara selama empat hari terakhir. Jarak pandang pada pagi hari di Pekanbaru cenderung memburuk, karena pada Selasa (30/7) jarak pandang sekitar empat kilometer.
Berdasarkan data BMKG Stasiun Pekanbaru kabut asap tersebut berasal dari karhutla di Kabupaten Palalawan yang berlokasi di selatan Pekanbaru. “Dari pantauan satelit, Pekanbaru dan Pelalawan berasap," kata Yasir.
Meski kondisi udara diselimuti kabut asap, lanjutnya, namun jumlah titik panas (hotspot) di Riau yang terpantau satelit menurun. Dibandingkan kondisi sehari sebelumnya yang terpantau ada 60 titik panas, pada Rabu pagi di Riau tercatat hanya ada 10 titik.
Titik panas terpantau di lima wilayah yakni Kabupaten Pelalawan, Kampar, Rokan Hilir, Indragiri Hulu dan Indragiri Hilir. Daerah paling banyak adalah Pelawan yakni empat titik panas. Kemudian di Kabupaten Indragiri Hilir ada tiga titik, dan Rokan Hilir, Indragiri Hulu dan Kampar masing masing satu titik.
Dari jumlah tersebut, indikasi titik api kebakaran ada lima titik yang tersebar paling banyak di Indragiri Hilir tiga titik, dan Pelalawan serta Rokan Hilir masing-masing satu titik. BMKG juga memantau kualitas udara di Pekanbaru masih memburuk dari kondisi sehat ke sedang, akibat dampak kabut asap. Asap paling pekat pada pagi hari, dan berangsur berkurang pada siang hari karena terbawa angin.