Senin 29 Jul 2019 17:15 WIB

'Masyarakat Harus Lindungi Anak dari Penyebaran Radikalisme'

Penanaman radikalisme sebagai keyakinan ideologi kepada anak adalah hal yang salah.

Arist Merdeka Sirait
Foto: Antara/Ujang Zaelani
Arist Merdeka Sirait

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Akhir-akhir ini telah berkembang fenomena-fenomena anak yang turut dilibatkan di dalam kegiatan di dalam keluarga, masyarakat ataupun di dalam gerakan-gerakan politik. Bahkan paham-paham kebencian ataupun ujaran kebencian dan juga  penanaman paham radikalisme kepada anak juga mulai tumbuh dari rumah, sekolah dan bahkan juga lingkungan sosial anak-anak itu. Hal tersebut tentunya sangat berbahaya bagi tumbuh kembang anak ke depannya

Untuk itu Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait, meminta kepada semua pihak mulai dari orang tua, keluarga, lembaga pendidikan, masyarakat bersama pemerintah untuk  bisa bersama-sama membentengi anak-anaknya agar terhindar dari penanaman paham-paham kekerasan ataupun doktrin kebencian yang dapat menimbulkan aksi terorisme di kemudian hari.  Karena penanaman paham tersebut saat ini sudah merata dan sudah menyebar dimana-mana baik lintas sekolah, lingkungan dan sebagainya.

“Itu sudah merata. (Penyebaran paham radikalisme). Sekarang ini anak dieksploitasi kepentingan keyakinan politik orang dewasa dan sebagainya. Dengan adanya penanaman paham itu, anak ini dapat berpotensi menjadi pelaku kekerasan seperti aksi terorisme. Padahal  anak-anak ini harus dilindungi oleh orang tuanya, keluarga, lingkungan dan juga lembaga pendidikan. Karena anak akan menjadi penerus bangsa kedepannya,’ ujar Arist Merdeka Sirait, akhir pekan lalu.

Menurutnya, menanamkan paham radikalisme, kekerasan yang dilakukan oleh orang-orang dekat dari anak tersebut tentunya menambah panjang daftar bahwa anak sangat berpotensi menjadi pelaku kekerasan baik itu di sekolah, di lingkungan tempat tinggalnya maupun di lingkungan sosialnya. “Karena dengan adanya penanaman paham kekerasan oleh orang sekitarnya justru akan meningkatkan tren kekerasan yang dilakukan oleh anak,” ujarnya.

Bahkan dirinya mengamati bahwa fonomena penyebaran paham radikalisme kepada anak saat ini sudah parah sekali, Setelah itu ada bentuk-bentuk lain seperti menunjukkan simbol-simbol kekerasan bahwa anak itu berbeda dengan kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.

“Contohnya kejadian bom di beberapa tempat yang terjadi di Surabaya dan Sibolga lalu turut melibatkan anak. Orang tua tentunya juga sudah tidak dapat lagi berfikir rasional. Penanaman paham-paham radikalisme, ujaran kebencian kepada anak-anaktentunya  tidak sesuai dengan perkembangan yang dapat meningkatkan tren pelaku dan korban yang berpotensial kepada anak-anak,” ujarnya.

Menurutnya, penanaman radikalisme sebagai keyakinan ideologi dan keyakinan agama kepada anak tentunya adalah hal yang salah. Oleh sebab itu menurutnya semua pihak harus mengantisipasi secara bersama-sama agar hal tersebut tidak terjadi lagi di lingkungan anak. Yamg pertama tentunya dari lingkungan rumah melalui orang tua harus dapat melindungi anaknya. Keluarga adalah benteng pertama, karena anak itu akan meniru apa yang dilihat dan apa yang dirasakan.

“Saya kira rumah harus tetap menjadi rumah yang menanamkan kaidah-kaidah agama yang ada. Jadi tidak mengajarkan yang berbeda dengan kaidah kaidah bangsa kita. Keluarga harus menciptakan rumah yang terus beribadah sesuai dengan kaidah-kaidah agama yang sudah ada. Tidak perlu mencari pembaharuan-pembaharuan. Kaidah-kaidah yang ada tidak boleh diubah lagi dan sebagainya,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement