REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Pertimbangan Rakyat (DPR) diminta tak terburu-buru mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Keamanan dan Ketahanan Siber menjadi Undang-Undang. Parlemen dimbau untuk kembali membahas RUU keamanan dan ketahanan dunia maya tersebut.
"Idealnya RUU ini dibahas lagi dan jangan buru-buru disahkan karena semangatnya masih konvensional tak kekinian," kata Pengamat IndoTelko Forum Doni Ismanto Darwin dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa (30/7).
Doni menyarankan agar RUU keamanan dan ketahanan siber itu itu dibahas oleh kabinet dan anggota DPR periode mendatang. Menurutnya, yang akan menjalani undang-undang tersebut nantinya ada di masa depan.
Doni mengatakan, masih banyak hal harus diluruskan dalam draft RUU Keamanan dan Ketahanan Siber yang beredar. Dia mencontohkan, definisi keamanan dan ketahanan siber masih terlalu luas dan tidak jelas sehingga akan membebani industri dan regulator.
"Sanksi resiprokal yang dikenakan kepada lembaga pemerintahan yang melanggar tidak jelas," katanya.
Dia melanjutkan, dalam Pasal 12 ada kewajiban untuk membuat salinan data elektronik namun tidak dijelaskan dimana penyimpanannya. Postifinya, ungkapnya, secara eksplisit di level UU disebutkan kewajiban untuk data diletakkan di wilayah hukum Indonesia.
Doni menambahkan, draft UU ini mengamanatkan juga BSSN melakukan fungsi penapisan konten. Menurutnya, hal itu memiliki potensi overlap dengan yang dilakukan kominfo sekarang.
"Belum jelas positioniong lembaga penyelenggara ketahanan siber dan hubungannya dengan BSSN terutama misalnya dengan lembaga seperti TNI yang menjadi garda terdepan pertahanan negara," katanya.
Sebelumnya, DPR resmi mengesahkan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber pada Juli lalu. Hal ini diputuskan dalam Rapat Paripurna ke-157 Masa Sidang V tahun 2018-2019.
Namun pembahasannya menunggu Surat Presiden untuk mengutus menteri atau pimpinan lembaga untuk membahas bersama DPR. Doni mengatakan, masih banyak hal harus diluruskan dalam draft RUU Keamanan dan Ketahanan Siber yang beredar karena masih banyak kelemahan dalam UU tersebut.