REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil), Zudan Arif Fakhrulloh, mengimbau masyarakat berhati-hati saat memberikan data untuk layanan teknologi finansial (tekfin). Pihaknya mengingatkan ada oknum pemulung data pribadi yang bisa menyalahgunakan data masyarakat.
"Tagline-nya adalah Data Anda, Keamanan Anda. Masyarakat diharap hati-hati jangan share data pribadi ke mana-mana. Siapapun yang minat mengikuti fintech agar hati-hati. Di sana sekarang banyak rentenir (data) elektronik. Hati-hati berikan data di sana," ujar Zudan kepada wartawan, di Gedung Ombudsman, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (30/7).
Hal tersebut berkaitan dengan adanya peristiwa jual beli data kependudukan di medsos. Zudan mengungkapkan, di medsos saat ini ada banyak sekali data KTP-el dan Kartu Keluarga (KK).
"Kalau kita klik, akan keluar datanya. Bisa jadi ada pemulung data di sana. Nah, pemulung data ini berbahaya. Karena sesuai UU Administrasi Kependudukan (Adminduk), barang siapa yang menjual belikan data, memanfaatkan data secara tidak benar, itu sanksinya dua tahun penjara dan denda sampai Rp 10 miliar," tegas Zudan.
Lebih lanjut dia mengungkapkan bahwa saat ini pihaknya telah tuntas membahas Rancangan Undang-undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi (PDP). Aturan ini, kata Zudan, dirancang sebagai omnibus-law atau terintegrasi dengan aturan lain yang ada di bawahnya.
Sehingga, nantinya tidak ada pertentangan antara satu aturan dengan aturan lain. Zudan juga mengungkapkan ada sejumlah poin dalam RUU PDP itu.
Pertama, kata dia, pengumpulan data harus benar. Kedua, penyimpanan data harus benar. "Ketiga, pemanfaatan data harus benar. Individu yang datanya sedang digunakan itu, dia harus tahu kalau datanya sedang digunakan. Oleh karena itu berbagai lembaga tidak boleh menggunakan data kependudukan atau data pribadi kecuali sedang transaksi dengan orangnya. Jadi, bank bisa buka data X kalau X itu sedang brrtransaksi dengan bank. Asuransi pun sama. Seperti itu," ujar Zudan.