Selasa 30 Jul 2019 03:50 WIB

Upah Pekerja di Jabar yang Jomplang Jadi Pesoalan

Jabar sedang mencoba mengkaji ulang semua upah yang ada di daerah.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Dwi Murdaningsih
Pekerja menyelesaikan proses pembuatan rangka konstruksi di pabrik pembuatan konstruksi Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) di Tagog Apu, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Selasa (9/4/2019).
Foto: Antara/Raisan Al Farisi
Pekerja menyelesaikan proses pembuatan rangka konstruksi di pabrik pembuatan konstruksi Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) di Tagog Apu, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Selasa (9/4/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pemerintah Provinsi Jawa Barat menggandeng organisasi buruh internasional (ILO) membahas rekomendasi reformasi pengupahan di Jawa Barat. Rapat yang dipimpin Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil tersebut digelar di Ruang Papandayan, Gedung Sate, Senin (29/7) dihadiri pihak ILO, Apindo Jabar, dan elemen organisasi buruh dan perwakilan 27 kepala daerah.

Menurut Ketua Apindo Jabar Deddy Wijaya, pembahasan bersama ILO berangkat dari kondisi pengupahan di provinsi Jabar yang belum merata. Karena, ada daerah yang upahnya sangat tinggi dan rendah sehingga sarat persoalan.

Baca Juga

“Upah di Jabar itu tertinggi di Indonesia seperti di Karawang, ada upah di Majalengka dan Pangandaran di bawah dua juta, tapi masih banyak perusahaan yang keluar dari Jabar, ada yang ke Jawa Tengah, ke luar negeri,” ujar Deddy.

Deddy mengatakan, seluruh peserta rapat akan mengutarakan persoalan upah di sektor masing-masing dan dibahas bersama ILO. “Nah Jabar ini coba dikaji semua upah itu,” katanya.

Deddy mengakui, masih banyak juga perusahan yang ke luar dari Jabar untuk pindah ke luar Jabar. Bahkan, ada yang ke luar negeri, Jawa tengah dan sebagainya.

Pemerintah, kata dia, khususnya Jabar sedang mencoba mengkaji ulang semua upah yang ada di daerah. Karena, ada upah sudah tinggi khusus adalah untuk yang padat modal. Sementara yang tidak mampu padat karya dipusatkan di tempat seperti Majalengka, Pangandaran, dan lainnya.

"Di sana namanya zona ini sudah dibagi tentu tidak akan terbagi gejolak-gejolak yang sekarang terjadi sehari-hari ini yan setiap tahun. Intinya ke sana," katanya.

Kedua, kata dia, ILO akan meninjau apakah pengupahan yang sekarang itu efesien atau tidak. Karena, banyak buruh  yang berunjuk rasa justru diupah yang tertinggi. Misalnya, Karawang dan Bekasi.

"Kalau upah yang rendah hampir tidak pernah unjuk rasa. Mereka mensyukuri kalau ada. Nah hari ini kita bisa dengar dinas-dinas seluruh daerah di Jabar ini kondisi daerahnya bagaimana," katanya.

Deddy berharap, setelah berkonsultasi dengan ILO, nanti jangan sampai kondisinya seperti sekarang yakni pengangguran yang tertinggi ada di Bekasi. "Itu tempatnya industri terbanyak kan aneh. Kenapa bisa terjadi, itu tidak menyalahkan siapa-siapa karena industri di sana padat modal," katanya.

Menurut Deddy, pemerintah pun sedang berupaya agar kondisi pengupahan jangan seperti yang sekarang. Masing-masing daerah, terjadi gejolak.

"Ini setiap tahun unjuk rasa, sangat membosankan sangat membuang energi yang tidak ada manfaatnya bagi negera kita," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement