REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Data Airvisual menujukkan bahwa kondisi udara DKI Jakarta merupakan yang terburuk di dunia pada hari ini, Senin (29/7). Namun, data tersebut berbeda dengan data acuan yang digunakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehitanan (KLHK).
Menurut Direktur Pengendalian Pencemaran Udara KLHK Dasrun Chaniago, kualitas udara Jakarta baik dan sedang. Yang terdeteksi tidak sehat hanya di wilayah Jakarta Selatan dengan nilai Indeks standar pencemaran udara (ISPU) 129.
Berikut ini data kualitas udara yang dimiliki KLHK :
1. Stasiun KLHK - GBK
Konsentrasi PM2,5 : 29 dengan indeks pencemaran udara 87, status sedang
2. Stasiun Jakarta Pusat - Airnow
Konsentrasi PM2,5 : 27 dengan indeks pencemaran udara 82, status sedang
3. Stasiun Jakarta Selatan - Airnow
Konsentrasi PM2,5 : 55 dengan indeks pencemaran udara 149, status tidak sehat.
KHLK memiliki 15 titik stasiun untuk mendeteksi kualitas udara di seluruh wilayah Indonesia. 12 titik lainnya tersebar di Aceh, Padang, Pekanbaru, Balikpapan, Jambi, Simpang Lima Palembang, Batam, Pontianak, Palangkaraya, Banjarmasin, Mataram, Makassar dan Manado.
Saat ditanyakan mengenai penyebab kualitas udara di Jakarta Selatan yang menunjukan tanda kuning karena berstatus tidak sehat, Darsun menyatakan, tidak bisa menjelaskan. “Untuk Jaksel, saya tidak bisa jelaskan, tapi mungkin sirkulasi angin yang tidak sebagus di GBK dan Jakarta Pusat,” kata Darsun melalui pesan tertulis, Senin (29/7).
Menurut Darsun, indeks pencemaran udara setiap harinya berstatus berbeda-beda di tiap wilayah di Indonesia. Namun, mengenai bagaimana kemudian bisa berbeda tambahnya, mungkin pemerintah provinsi bisa melakukan riset.
“Hampir setiap hari berbeda, barangkali DKI perlu (melakukan) riset juga di daerah itu (Jakarta Selatan yang hari ini berstatus tidak sehat),” ujarnya.