REPUBLIKA.CO.ID, BENGKULU -- Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu-Lampung Donald Hutasoit menyebutkan perburuan menggunakan jerat menjadi pemicu utama kematian dan kehilangan individu harimau sumatra (Phantera tigris Sumatrae) di Bengkulu.
"Dalam kurun 12 tahun terakhir ada 13 ekor harimau korban konflik dan perburuan yang diselamatkan petugas BKSDA," katanya, Senin (29/7)
Menurutnya, perburuan yang tinggi membuat peringatan Hari Harimau Sedunia atau Global Tiger Day yang diperingati setiap 29 Juli menyoroti kasus perburuan dengan jerat. Ia mengemukakan sosialisasi kepada masyarakat menjadi salah satu program untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terkait pelestarian satwa langka tersebut.
Berdasarkan data BKSDA Bengkulu-Lampung, dalam kurun 2007 hingga 2019 kasus konflik harimau yang tercatat sebanyak 13 kasus. Pada 2007, petugas menyelamatkan seekor harimau Sumatera korban jerat pemburu di kawasan perkebunan karet di Kabupaten Bengkulu Utara. Nahas salah satu kaki harimau ini terpaksa diamputasi.
Pada 2008 giliran seekor anak harimau diselamatkan dari jerat pemburu di perkebunan karet di Kabupaten Bengkulu Tengah. Lalu pada 2009, tim menyelamatkan harimau yang tertembak pemburu di Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Akibat luka tembak yang cukup parah harimau tersebut terpaksa dikirim ke lembaga konservasi ek-situ.
Pada 2010 dan 2011, ada dua ekor harimau di Kabupaten Seluma terpaksa ditranslokasikan ke TWNC, TNBBS Provinsi Lampung karena konflik dengan masyarakat sekitar. Pada 2011 seekor harimau korban jerat pemburu juga diselamatkan di Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi.
Selanjutnya pada 2012 dua ekor harimau korban perburuan diselamatkan di dua lokasi berbeda. Pertama di kawasan hutan produksi Air Rami, Kabupaten Mukomuko.
Kedua kaki depan harimau terpaksa diamputasi karena jerat pemburu. Harimau tersebut dikirim ke lembaga konservasi eksitu. Beruntung harimau tersebut selamat dan saat ini telah berkembang biak. Pada tahun yang sama di Kabupaten Lebong kaki harimau korban jerat, tembak dan tombak ini terpaksa diamputasi.
Lalu, pada 2013, dua ekor harimau korban perburuan diselamatkan di Kabupaten Seluma dan Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Harimau korban jerat di Kerinci ini mengalami lumpuh pada kaki belakang akibat jerat yang melilit lehernya.
Pada 2014 dan 2015 BKSD Bengkulu kembali menyelamatkan dua ekor harimau korban jerat di Kabupaten Seluma dan Kabupaten Kaur. Terakhir, pada 2019, seekor harimau korban jerat pemburu kembali diselamatkan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Provinsi Lampung.