REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Kudus Muhammad Tamzil sebagai tersangka kasus dugaan suap jual beli jabatan di Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Kudus tahun anggaran 2019. Ini merupakan kali kedua Tamzil terjerat kasus korupsi.
Tamzil yang juga Bupati Kudus periode 2003-2008 pernah terjerat kasus korupsi dana bantuan sarana dan prasaran pendidikan Kabupaten Kudus tahun anggaran 2004-2005. Tamzil ditahan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Kudus pada September 2014.
Saat itu, Tamzil menjabat staf di Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Provinsi Jawa Tengah. Dalam perkaranya, Tamzil diduga melakukan tindak pidana korupsi bersama mantan Kadispora Kudus Ruslin dan Direktur PT Ghani & Son Abdul Ghani. Pada Februari 2016, Tamzil divonis bersalah oleh Pengadilan Tipikor Semarang dan dijatuhi hukuman 22 bulan penjara denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan mengatakan tak menutup kemungkinan bila nanti jaksa pada KPK menuntut hukuman mati terhadap Tamzil.
"Ini sebenarnya sudah dibicarakan pada saat ekspos karena kalau sudah berulang kali (korupsi) bisa nanti tuntutannya sampai dengan hukuman mati," ujar Basaria di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (27/7).
Peneliti Indonesia Corruption Watch, Donal Fariz pun mengaminkan pernyataan Basaria. Menurutnya hukuman untuk Tamzil akan lebih berat lantaran ia merupakan residivis atau melakukan pengulangan tindak pidana.
"Residivis dapat dijatuhi hukuman maksimal sampai dengan hukuman mati. Itu dapat dilihat dalam penjelasan pasal 2 ayat 2 uu Tipikor," kata Donal kepada Republika.co.id.
Hal senada diungkapkan oleh Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Dadang Trisasongko. Menurutnya, bila merujuk pada pasal 2 ayat (2) UU Tipikor, Tamzil bisa diancam dengan pidana mati karena Tamzil diduga mengulangi tindak pidana korupsi dimana sebelumnya dia pernah dihukum untuk tuduhan melakukan korupsi.
"Dalam praktik hukum di Indonesia, belum pernah ada koruptor yang dihukum mati. Pidana bagi yang dijatuhkan kepada koruptor masih jauh dari rasa keadilan masyarakat," kata Dadang.
Sebagai informasi, M Tamzil dan Staf Khusus Bupati Kudus Agus Soeranto sebelumnya pernah bekerja bersama di Pemprov Jateng. Saat menjabat menjabat Bupati Kudus periode 2003-2008, M Tamzil terbukti bersalah melakukan korupsi dana bantuan saran dan prasarana pendidikan Kabupaten Kudus untuk tahun anggaran 2004 yang ditangani Kejaksaan Negeri Kudus.
Saat itu, M Tamzil divonis bersalah dengan hukum 1 tahun 10 bulan penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan. M Tamzil dipenjara hingga akhirnya mendapatkan pembebasan bersyarat dari Lapas Kedungpane, Semarang, pada Desember 2015.
Pada saat M Tamzil menjalani hukuman di lapas Kedungpane, M Tamzil kembali bertemu dengan Agus yang juga sedang menjalani hukuman dalam kasus yang berbeda. Setelah bebas, M Tamzil berlaga di Pilkada 2018 dan kembali mendapatkan jabatan Bupati Kudus. Saat dilantik menjadi Bupati, M Tamzil mengangkat Agus sebagai staf khusus Bupati.