Jumat 26 Jul 2019 12:39 WIB

Antisipasi Kekeringan, Purwakarta Ingin Beli Bekas Galian

Bekas galian pasir menjadi salah satu sumber air ketika kekeringan seperti sekarang.

Rep: Ita Nina Winarsih/ Red: Ratna Puspita
[Ilustrasi] Petani di Purwakarta sedang memompa air dari saluran pembuang.
Foto: Republika/Ita Nina Winarsih
[Ilustrasi] Petani di Purwakarta sedang memompa air dari saluran pembuang.

REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Dinas Pangan dan Pertanian Kabupaten Purwakarta, berencana membeli sumber mata air untuk mengatasi kekeringan saat musim kemarau. Sumber mata air yang akan dibeli di antaranya bekas galian pasir.

Kepala Dinas Pangan dan Pertanian Kabupaten Purwakarta, Agus Rachlan Suherlan, mengatakan, pihaknya akan mengusulkan untuk pembelian bekas galian pasir. Alasannya, membeli bekas galian jauh lebih murah ketimbang membuat embung.

Baca Juga

Di bekas galian pasir, airnya sudah tersedia, sedangkan embung terisi air jika sudah turun hujan. "Jadi, hemat kami lebih baik membeli bekas galian pasir, ketimbang membangun embung air," ujar Agus, kepada Republika.co.id, Jumat (26/7).

Apalagi, berdasarkan hasil inventarisasi, ada 26 bekas galian pasir yang saat ini airnya telah dimanfaatkan oleh petani. "Sampai saat ini, dari 26 titik bekas galian pasir ini, belum satupun yang pemkab miliki. Kita akan usulkan, baik ke bupati maupun ke kementerian pertanian," ujarnya.

Agus mengatakan bekas galian pasir menjadi salah satu solusi jangka panjang untuk mengatasi kekeringan. Saat ini, Agus menyebutkan, sumber air lain yang dimiliki oleh Purwakarta, yakni 28 embung, enam situ, dan 20 aliran sungai.

Menurut Agus, Kabupaten Purwakarta ini memiliki luas baku sawah mencapai 18 ribu hektare. Dari luas baku itu, 8.000 hektare di antaranya merupakan sawah tadah hujan.

Karena tadah hujan, sawah ini mengandalkan sumber airnya saat musim hujan saja. Dengan demikian, asumsinya lahan tersebut hanya produktif di saat musim hujan.

Akan tetapi, lahan tadah hujan saat ini sudah bisa meningkatkan indeks pertanamannya menjadi dua kali tanam dan panen dalam setahun. Namun, saat musim kemarau, perjalanan tanam sawah tadah hujan ini terseok-seok.

Seperti pada musim kemarau tahun ini, ada 1.500 hektare lahan yang terancam kekeringan. Selain itu, sudah lebih dari 250 hektare yang statusnya puso.

Sebelumnya, Kementerian Pertanian melalui Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), Sarwo Edhy, sudah memberikan sinyal hijau kepada Purwakarta, untuk bantuan embung air. Edhy menyebutkan, pemerintah telah menganggarkan biaya Rp 200 juta untuk pembangunan satu titik embung.

Embung itu berukuran 25x20 dengan kedalaman 2,5 meter. "Dengan catatan, lahannya milik desa atau pemerintah daerah. Supaya, kedepannya tidak menjadi sengketa," ujar Edhy. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement