Kamis 25 Jul 2019 21:57 WIB

BPOM RI Mulai Bantu Negara Islam di Selatan

Bantuan terutama untuk negara ekonomi lebih rendah dari Indonesia dan negara konflik.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Gita Amanda
Kinerja BPOM. Kepala Badan POM Penny Lukito (kedua kanan) menjadi pembicara dalam acara Tiga Tahun Kinerja Badan POM di Jakarta, Senin (22/7).
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Kinerja BPOM. Kepala Badan POM Penny Lukito (kedua kanan) menjadi pembicara dalam acara Tiga Tahun Kinerja Badan POM di Jakarta, Senin (22/7).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Badan POM RI, mulai memberikan bantuan untuk peningkatan kapasitas anggota negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) melalui kerja sama negara-negara selatan. Menurut Kepala Badan POM RI, Penny K Lukito, Indonesia akan memberikan bantuan untuk negara selatan. Terutama, untuk negara yang ekonominya lebih rendah dari Indonesia, negara miskin, dan negara konflik.

"Kita akan membantu meningkatkan kapasitas regulasi mereka, terutama untuk obat dan vaksin," ujar Penny kepada wartawan di Hotel Aston Pasteur Kota Bandung, Kamis (25/7).

Baca Juga

Menurut Penny, negara selatan yang sudah dibantu oleh Indonesia, di antaranya adalah Palestina, Tunisia, dan Maroko. Ke depan, negara yang akan dibantu akan bertambah lagi.

"Hasil pertemuan sudah banyak negara OKI yang minta di dampingi kita untuk regulatorinya. Dan juga dikaitkan akses mereka untuk produk dan vaksin. Kita sharing memperluas cakupan imunisasi," paparnya.

Ke depan, kata dia, kerja sama akan terus dikembangkan. Indonesia, akan berbagi pengalaman keberhasikan program vaksinasi terhadap negara islam yang menghadapi masalah yang sama. Bahkan, ke depan mungkin bisa melibatkan ulama.

"Para anggota OKI bisa sharing dan mengundang ulama terkait vaksin halal," katanya.

Penny menilai, ke depan harus dipikirkan bagaimana agar semua negara islam bisa bersama-sama membentuk piloting produk halal, pengembangan, dan penelitian manufacturing untuk produk obat lainnya.

"Ya, ini sudah berkembang juga kan dari Deklarasi Jakarta dan plan action ada Pokja-Pokja. Salah satunya, untuk memgembangkan proyek bersama obat dan vaksin halal negara OKI," katanya.

Penny berbarap, mitra dari industri pun nantinya ada tindak lanjut. BPOM, akan memfasilitasi untuk pengembangan produk farmasi.

"Satgas hilirisasi produk biologi harus di dorong bersama. Dengan regional OKI, dikaitkan riset dan wilayah ekspor," katanya.

Penny menjelaskan, The First Meeting of the Heads of National Medicine Regulatory Authorities (NMRAs) from Organization Islamic Cooperation (OIC) Member States, digelar untuk meningkatkan kemandirian dan akses lebih baik bagi masyarakat yang ada di negara OKI untuk produk vaksin.

Manfaatnya, kata dia, negara OKI ingin bersama-sama membangun menciptakan kemandirian dengan latar belakang sosial, budaya, dan agama. Yakni, dikaitkan dengan akses dan program. Indonesia, menjadi leader karena menjadi penyelenggara pertama pertemuan.

"Rencana aksi telah disepakti bersama. Jadi, kita punya kewajiban moral untuk membawa pertemuan ini agar terus berlangsung dan menciptakaan kemandirian," katanya.

Menurut Penny, Indonesia menjadi leader karena memiliki potensi sebagai negara yang leading di bidang vaksin  di antara semua negera OKI. Yakni, dari 56 negara anggota OKI hanya 7 negara yang vaksinnya unggul. Negara OKI sendiri, rentang ekonominya berbeda-beda. Bahkan, ada negara konflik dan negara miskin.

"Kita harus saling bantu dan manfaatkan untuk kepentingan ekonomi masing-masing. Kita punya kemampuan lebih di antra 56 negara hanya 7 negara yg memproduksi vaksin. Dari 7 itu kita lah yang paling terdepan sebagai produsen vaksin," paparnya.

Bahkan, kata dia, Indonesia  sudah mengekspor vaksin ke 135 negara. Di antaranya, beberapa negara anggota OKI. Semua negara, harus bekerja sama untuk menentukan juga bagaimana agar  bisa memperluas ekspor vaksin. "Perkuat secara politik, sosial dan kesejahteraan semua negara OKI. Agar berkembang produksinya dan target ekspor," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement