Kamis 25 Jul 2019 02:03 WIB

Bantargebang akan Capai Daya Tampung Maksimalnya pada 2021

DKI bisa alami darurat sampah jika tanpa solusi daya tampung maksimal Bantargebanng.

Rep: Febryan. A/ Red: Andri Saubani
Kondisi Tempat Pembuangan Akhir Sampah Sumur Batu, Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi.
Foto: Republika/Dedy D Nasution
Kondisi Tempat Pembuangan Akhir Sampah Sumur Batu, Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi.

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Tempat Pemroses Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang diperkirakan akan mencapai daya tampung maksimalnya pada 2021. Berbagai solusi kini terus diupayakan untuk mengatasi sampah dari warga DKI Jakarta itu.

Direktur Jenderal Pengolahan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Vivien Ratnawati mengatakan, daya tampung maksimal Bantargebang pada 2021 lantaran masih minimnya upaya pengelolaan dan pengurangan sampah. Hal sama juga pernah disampaikan Asisten Pemprov DKI Bidang Lingkungan Hidup Yusmada Faizal pada Maret lalu.

“Volume sampah juga terus meningkat 400 ton per tahunnya. Hitungan kasar kami dengan volume sampah sebesar itu, maka pada 2021 akan selesai bantar gebang ini. Artinya siap-siap ibu kota mengalami darurat sampah,” kata dia ketika menghadiri peresmian PLTSa Merah Putih di Bantargebang, Senin (25/3).

Berdasarkan catatan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, TPST Bantargebang yang berlokasi di Kota Bekasi, Jawa Barat, itu menampung sampah warga DKI sebanyak 7.400 ton-8.000 ton setiap harinya. Semua sampah itu dibawa setiap harinya dengan 1.200 truk.

TPST Banatargebang memiliki total luas lahan 110 hektare. Sekitar 90 persennya kini sudah dipenuhi sampah dengan sistem sanitary landfill.

Adapun, daya tampung TPST yang mulai beroperasi tahun 1989 itu sebesar 49 juta ton sampah. Sedangkan saat ini, TPST itu sudah menampung 39 juta ton sampah.

Rahmawati melanjutkan, pembangunan fasilitas pemusnahan sampah dalam kota (intermediate treatment facility/ ITF) itu akan menggunakan teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa). Meski demikian, ITF di Sunter itu diperkirakan baru akan mulai beroperasi pada 2022 mendatang.

Kepala Unit TPST Bantargebang Asep Kuswanto mengatakan, memang pada 2021 TPST Bantargebang akan mencapai daya tampung maksimal. "Itu data dari kita. Sekarang sisa daya tampung hanya 10 ton," kata Asep.

Dia menyampaikan, proyeksi mencapai titik maksimal itu akan benar-benar terjadi jika pengelolaan yang dilakukan tetap saja sama seperti sekarang. Yakni, hanya membawa sampah warga DKI Jakarta menuju TPST Bantargebang tanpa adanya pengelolaan lebih lanjut di wilayah Jakarta.

Asep mangaku, kini berbagai upaya tengah ditempuh Pemrov DKI. Pertama, mengurangi sampah sejak dari hulunya. "Kita sedang galakkan pengadaaan bank sampah di tiap RW dan juga TPS 3R," ungkap Asep menyampaikan langkah yang diinstruksikan Gubernur Anies Baswedan.

Solusi kedua, sambung dia, Pemrov DKI Jakarta juga sedang membangun ITF. Tidak hanya di Sunter, ITF juga akan dibangun di tiga lokasi lainya di Jakarta. "Pak gub targetkan tahun 2022 sudah beroperasi," ucapnya.

Selain itu, Asep menyebutkan, pihaknya saat ini juga tengah melakukan upaya pengurangan tumpukan sampah di TPST Bantargebang. Yakni dengan melakukan landfill mining atau penambangan sampah untuk digunakan perusahaan semen sebagai bahan bakar pengganti batu bara.

"Kita sedang kerja sama dengan Holcim. Sekarang sedang observasi. 2020 sudah mulai (penambangannya)," ungkap Asep

Dia menjelaskan, untuk tahap awal penamnbagan sampah akan dilakukan di salah satu dari lima gunungan sampah yang ada di TPST Bantargebang. "Penambangan dilakukan seluas 1,5 hektare karena ini pilot project," kata dia. Hal ini, sambung dia, bisa menjadi cara mengurangi gunangan sampah yang telah mencapai ketinggian sekitar 40 meter di sana.

Asep menambahakan, solusi penambahan luas lahan TPST Bantargebang belum akan ditempuh pihaknya. "Berapa lagi lahan yang mesti dibeli? Mending kita fokus bangun ITF," ucap dia mengakhiri pembicaraan.

Wakil Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto mengatakan, penambahan lahan TPST Bantargebang mungkin saja dilakukan. "Mestinya dengan rekayasa yang ada dan daya dukung ekologi, mestinya kedepan harus ada upaya penambahan lahan," kata Tri.

Terkait kemungkinan DKI Jakarta membuka lokasi pembuangan sampah baru di wilayah lain, Tri enggan menaggapinya. "Tidak usah berandai andai. Kan kondisinya sekarang mereka tidak melakukan itu," ucapnya.

Seperti diketahui, kerja sama antara Kota Bekasi dan DKI Jakarta mewajibkan adanya dana kemitraan. Untuk tahun ini saja, DKI Jakarta harus memberikan dana kemitraan kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi sebesar Rp 545 miliar. Dana itu digunakan untuk uang kompensai bau bagi warga sekitar loksi pembuangan sampah dan untuk pembagunan sejumlah infrastruktur di mana truk sampah DKI Jakarta melintas.

"Soal dana kemitraan tidak ada masalah. Justru kita malah berharap DKI mengurangi jumlah sampahnya agar sampah yang dibawa ke Bekasi bisa berkurang," ujar Tri.

Dia pun menyarankan agar Pemrov DKI mulai mengurangi jumlah sampah itu sejak dari hulunya. Selain itu, sambung dia, ketika ITF milik Jakarta sudah mulai beroperasi, jumlah sampah juga akan berkurang.

"Walau tidak signifikan," ucap politikus PDI Perjuangan itu.

Anggota DPRD Kota Bekasi, M Kurniawan menyarankan agar Pemrov DKI Jakarta dan Pemkot Bekasi segera mewujudkan Joint Operation Company antar BUMD untuk mengelola sampah secara profesional. Sehingga pendekatan waste to energy bisa dilakukan.

Kurniawan menambahkan, saran itu ia berikan lantaran Pemrov DKI Jakarta tidak mungkin membuka lahan pembuangan baru dalam waktu dekat. "Emang gampang? Ada lahan?" kata politikus Partai Keadilan Sejatera itu.

Oleh karena itu, ia meminta kedua pihak untuk terus menjalin kerja sama yang saling menguntunkan. Meskipun, sambung dia, dampak lingkungan akibat pembuangan sampah itu tidak bisa tergantikan oleh materi (dana kemitraan).

"Dan Kota Bekasi  paling banyak terkena dampak itu," ucapnya

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement