REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo memastikan keterbatasan lembaga pemerintah maupun swasta untuk mengakses data kependudukan secara lengkap. Tjahjo mengungkap, tidak semua data bisa diakses lembaga pemerintah atau swasta yang telah bekerjasama dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) meskipun telah diberikan hak akses Nomor Induk Kependudukan (NIK) maupun data kependudukan.
Hal ini disampaikan Tjahjo untuk menjawab kekhawatiran publik terkait akses data kependudukan melalui KTP elektronik oleh perusahaan pembiayaan grup Astra yang berawal dari keluhan Anggota Ombudsman RI Alvin Lie Ling Piao melalui akun twitternya @alvinlie21.
"Terbatas sekali, nggak semua data, hanya orang, misalnya anda mau cari kredit mobil Astra misalnya, memastikan aja, sama nggak Anda dengan e-KTPnya itu, itu aja. terbatas di situ aja. Nggak bisa mengakses sampai ini punya lahan berapa. ini punya simpanan dana berapa," ujar Tjahjo saat ditemui wartawan di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, Senin (22/7).
Menurut Tjahjo, pemberian akses data kepada lembaga pemerintah maupun swasta sebatas untuk membantu verifikasi data agar tidak terjadi penyalahgunaan atau kasus penipuan. Selain itu, pelayanan saat ini sudah menuju era digital.
"Dulu orang buka rekening bank seennaknya aja, pakai fotokopi bisa. sekarang kan nggak bisa. dulu orang buka asuransi, nggak bisa dulu kartu-kartu BPJS, pajak, termasuk imigrasi, SIM, juga semua paket," ujar Tjahjo.
Karenanya, Tjahjo mengungkap, sudah banyak lembaga pemerintah maupun swasta yang bekerjasama dengan Kemendagri dalam akses data kependudukan, tidak hanya Astra.
"Tidak hanya Astra, seluruh perbankan mayoritas perbankan nasional, BUMN, maupun perbankan swasta, maupun asurasi, termasuk BPR (Bank Pekreditan Rakyat), termasuk lembaga-lembaga lain semua sudah ada kerjasama, hanya untuk memastikan saja. jangan sampai ada penipuan. jangan sampai ada penyalahgunaan, walaupun kerjasama dia ada kerjasama dan harus izin," kata Tjahjo.
Namun demikian, Tjahjo memastikan dalam nota kesepahaman (MoU) disebutkan bahwa perusahaan yang bekerjasama tersebut harus tunduk dengan aturan-aturan akses data kependudukan. Karenanya, hingga saat ini tidak ada keluhan masyarakat bahwa data disalahgunakan oleh perusahaan-perusahaan tersebut.
"Di MOU tadi sudah ada poin-poinnya kalau sampai mereka melanggar ya dicabut. sampai hari ini belum ada keluhan, karena apapun jelas siapa yang mengakses, jam berapa, kepentingan apa namanya," kata Tjahjo.