Ahad 21 Jul 2019 23:29 WIB

Airlangga Diminta Lebih Terjun ke Akar Rumput

Airlangga dinilai kurang menyentuh internal Golkar hingga ke akar rumput.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Andri Saubani
Ketum Golkar Airlangga Hartato bersama Ketua DPD Golkar Jabar, Dedi Mulyadi.
Foto: Dok Golkar Jabar
Ketum Golkar Airlangga Hartato bersama Ketua DPD Golkar Jabar, Dedi Mulyadi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP Golkar Lawrence Siburian menyebut Ketua Umum Airlangga Hartanto tidak menyentuh internal partai hingga ke akar rumput. Hal tersebut dia menilai, berdampak pada turunnya suara partai pada Pemilu 2019 ini.

"Pak Airlangga kurang turun ke daerah dan tentu kami mau evaluasi," kata Lawrence Siburian daalm keterangan resmi di Jakarta, (21/7).

Kendati, dia menilai, masih ada sisi positif yang dapat dilihat dari kepemimpinan Arialngga. Dia mengatakan, sosok yang menggantikan Setya Novanto itu mampu membawa partai mengantongi 12 persen suara dalam Pileg lalu.

Namun, dia melanjutkan, pendapatan suara itu tetap berkurang dibanding pileg lima tahun lalu. Dia lantas membandingkan Airlangga dengan kepemimpinan Jusuf Kalla yang segera mempercepat musyawarah nasional (munas) menyusul turunnya suara partai saat itu dari 21 persen ke 14 persen.

Dalam Pemilu 2019, dia mengatakan, jumlah kursi Golkar di parlemen juga mengalami penyusutan dari 91 kursi menjadi 85 kursi. Sementara, ungkap dia, target Airlangga saat Pemilu 2019 adalah 110 kursi.

"Karena itu, kami perlu evaluasi. Bukan persoalan Airlangga-nya, tapi karena kenapa bisa seperti itu? Karena pertarungan partai sesungguhnya berada di 2024," katanya.

Pada saat yang bersamaan, dia juga mempertanyakan sikap Airlangga yang hingga kini belum menyelenggarakan rapat pleno. Padahal, dia mengatakan, Pemilu 2019 telah berakhir.

Lawrence berpendapat, sikap tersebut dianggap menabrak AD/ART partai. Dia melanjutkan, hal lain yang juga menyalahi AD/ART adalah perombakan struktur DPP partai serta penentuan pelaksaan munas yang sejauh ini belum melewati rapat pleno.

Menurut Lawrence, hal itu rentan menciptakan konflik internal yang berujung lahirnya perpecahan internal partai. Misalnya, mengajukan surat permohonan perombakan struktur DPP Partai Golkar ke Kementerian Hukum dan Ham (Kemenkumham) yang menabrak AD/ART.

Dia menilai, sikap tersebut dapat berakibat fatal hingga berpotensi timbul perpecahan dalam partai. Terlebih, dia melanjutkan, perpecahan itu juga bertentangan dengan keinginan dari Presiden Joko Widodo yang berpesan agar Golkar tetap damai.

"Sudah cukup terakhir NasDem yang lahir dari perpecahan Golkar," kata Lawrence lagi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement