REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily tak sepaham dengan anggapan sejumlah pihak yang menyebut bahwa jabatan ketua MPR bukanlah posisi yang strategis. Menurut Ace, posisi ketua MPR merupakan jabatan strategis kenegaraan yang memiliki posisi penting dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
"Sebagaimana termaktub dalam konstitusi, MPR merupakan simbol penting sebagai lembaga negara," kata Ace kepada Republika.co.id, Ahad (21/7).
Tidak hanya itu, Ace berpandangan MPR memiliki peran penting dalam mengawal tegaknya pilar-pilar kebangsaan dan kenegaraan bangsa Indonesia. Partai Golkar ingin memastikan Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Bhineka Tunggal Ika dapat tegak melalui institusi MPR.
Ace menjelaskan sejumlah hal yang akan diupayakan Partai Golkar jika nantinya berhasil menempatkan kadernya di pucuk pimpinan MPR. Salah satunya, yaitu menjadikan Pancasila sebagai sumber ideologi yang mendasari sistem aturan perundang-undangan di Indonesia.
"MPR dapat mendorong terinstitusionalisasi nilai-nilai Pancasila dalam pengambilan kebijakan negara kita," ujarnya.
Saat ditanya mengenai sejauh mana keseriusan Golkar mengupayakan keinginannya menempati jabatan itu, ia menyampaikan, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto telah menyampaikan keinginan itu di hadapan Presiden Joko Widodo. Airlangga juga menyampaikannya di depan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar yang berkeinginan menjadi ketua MPR, dan anggota partai Koalisi Indonesia Kerja.
Anggota DPR RI Daniel Johan. (Republika/Fauzia Mursid)
Senada dengan Ace, Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PKB Daniel Johan juga sepakat jabatan ketua MPR merupakan posisi yang strategis. "Sangat strategis karena tugas mulia mengawal dan menegakkan konstitusi, jiwa raganya Indonesia," ujar Daniel kepada Republika.co.id, Ahad (21/7).
Daniel mengatakan PKB menilai Garis Besar Haluan Negara (GBHN) adalah hal yang penting untuk memastikan keberlangsungan arah pembangunan. Karena itu, tugas ketua MPR menjadi penting untuk meyakinkan hal tersebut kepada fraksi-fraksi.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad enggan menjawab terkait strategis tidaknya posisi ketua MPR bagi Partai Gerindra. Sebab, ia mengaku belum ada pembicaran resmi mengenai hal tersebut di internal Partai Gerindra.
"Kami belum membahas soal legislatif, DPR, atau MPR. Semua keputusan itu ada di tangan Pak Prabowo yang biasanya sudah dekat-dekat pelantikan baru kemudian Pak Prabowo menentukan," ungkapnya.
Sufmi Dasco Ahmad (Republika/Flori Sidebang)
Analis Politik Sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menilai posisi ketua MPR tidak akan memberikan dampak secara signifikan untuk modal pemilihan presiden (Pilpres) 2024. Hal itu terbukti mantan ketua MPR tidak bisa bertarung dalam pilpres.
"Karena fungsinya dan peran yang dimainkan MPR tak maksimal," ujar Pangi kepada Republika.coid, Ahad (21/7).
Selain itu, Pangi menganggap posisi ketua MPR tidak begitu strategis. Menurutnya, posisi ketua MPR tidak lebih sekadar hanya untuk gengsi saja.
"Kita bisa lihat dari kewenangan yang mereka (MPR) punya," ujarnya.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno mengatakan secara elektoral posisi ketua MPR tidak ada hubungannya dengan 2024. Namun secara politik, kursi ketua MPR dinilai seksi lantaran MPR merupakan lembaga kenegarawanan.
"Di samping itu, MPR punya program rutin kebangsaan seperti sosialisasi empat pilar kebangsaan yang kerap dikapitalisasi sebagai bagian penetrasi dengan berbagai unsur rakyat," katanya.
Sejumlah partai bernafsu menempatkan kadernya menduduki kursi ketua MPR. Sebut saja mereka adalah PKB, dan Partai Golkar, yang telah lebih dulu berebut posisi itu. Terakhir Partai Gerindra menyusul keinginannya untuk mengisi posisi ketua MPR.