REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala UPK Kota Tua, Norviadi S Husodo, mengatakan, tren wisatawan di Kota Tua Jakarta terus meningkat dari 2016 sampai 2019. Perbaikan fasilitas bangunan taman Fatahillah serta ada penambahan destinasi baru yaitu Jembatan Apung Ponton di Kali Besar diperkirakan jadi penyebabnya.
“Nantinya juga pengunjung bisa ke Pekojan, Pecinan, Sunda Kelapa. Sehingga pengunjung tidak berkumpul satu titik di taman Fatahillah,” katanya, Ahad (21/7).
Untuk melengkapi pesona Kota Tua, Pemprov DKI Jakarta akan membeli gedung untuk dimanfaatkan sebagai ruang publik audio visual tentang informasi taman Fatahillah. DKI membidik gedung Dasaad Musin Concern dan gedung Wasesalen. Saat ini keduanya sedang dalam proses kecocokan harga dan ditargetkan akan dibeli tahun ini.
Norviadi melanjutkan Kota Tua pernah mengajukan menjadi warisan dunia versi United Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO) dan menjadi daftar tentatif pada 2016. Namun, Kota Tua tidak lolos seleksi untuk menjadi peninggalan budaya dunia. Maka dari itu, Kota Tua akan terus ditingkatkan untuk masuk menjadi warisan dunia.
Untuk penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) Novriasi akan berkoordinasi dengan Suku Dinas UMKM Jakarta Barat memindahkan PKL ke satu gedung kosong. Penataan PKL tahun ini akan dimulai. PKL yang ditata sesuai Kartu Tanda Penduduk (KTP) DKI Jakarta dan terdaftar di Suku Dinas UMKM Jakarta Barat.
Masalah parkir yang makin lama tidak memadai. Novriadi akan mencari lahan untuk dibeli Pemprov DKI serta dikaji untuk pembangunannya seperti apa. Saat ini lahan parkir kendaraan pribadi masih di pinggir jalan dan tempat parkir di Jalan Cengkeh, Jakarta Barat.
“Kalau ada MRT fase II bisa saja kemungkinan kendaraan pribadi berkurang. Semua terkoneksi dengan trasnportasi umum. Memang kalau sekarang kapasitas tempat parkir terbatas. Nantinya kalau ada lahan parkir pasti akan tertata dan pastinya ada jalur pedestrian,” ujar dia.
Lalu, untuk fasilitas toilet dan mushala pun masih kurang disediakan. Sehingga pengunjung mengeluh dan tidak nyaman. Novriadi memang sudah merencanakan untuk mencari lokasi bagi pengunjung. Sebab, Jakarta Old Town Revitalization Corporation (JOTRC) sudah menemukan gedung bekas kopi aroma nusantara. Nantinya, di gedung tersebut akan ada toilet dan mushala.
Novriadi juga berencana untuk menyiapkan blok-blok acara di Taman Fatahillah. Seperti, blok A nanti tempat musik, blok B untuk pasar seninya. Kalau lahannya cocok dan cukup semua itu akan dicoba untuk kenyamanan pengunjung. Jadi, tidak hanya kumpul di satu titik taman Fatahillah.
“Dengan yang ada kami sesuaikan. Kalau saat ini di tengah buat naik sepeda onthel, komunitas seni ada di empat sudut, dan manusia patung juga berada di dekat kafe-kafe sekitar taman Fatahillah,” tambah dia.
Sedangkan untuk penjara wanita yang berada di Museum Sejarah Jakarta memang kondisinya selalu ada air menggenang dan gelap. Jika dibersihkan sejarahnya akan hilang. Begitu pun, penjara bawah tanah kondisinya memang gelap. Tujuannya agar pengunjung mengetahui pada zaman Belanda pahlawan Indonesi berjuang dengan kesiksaan orang Belanda.
“Ya memang begitu gelap dan lembab. Ada kesan zamab dahulu betapa tersiksanya. Itu kan juga letaknya ada di bawah permukaan tanah. Di Kota Tua Semarang juga penjara bawah tanahnya menggenang 5 sampai 10 sentimeter kalau mau masuk pakai sepatu bot,” kata dia.
Novriadi berharap perencanaan jangka pendek, menengah, dan panjangnya bisa tercapai. Ia ingin pengunjung mengunjungi semua tempat wisata tidak hanya di taman Fatahillah tetapi ke Pekojan, Pecinan dan Jembatan Apung Ponton.