Sabtu 20 Jul 2019 11:54 WIB

Gerindra Klaim Dapat Jatah Kursi MPR

Unsur pimpinan MPR harus merepresentasikan kekuatan parpol yang ada di parlemen.

Suasana pertemuan Jokowi dan Prabowo pascapilpres di stasiun MRT, Jakarta
Foto: BPMI
Suasana pertemuan Jokowi dan Prabowo pascapilpres di stasiun MRT, Jakarta

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Gerindra mengklaim akan diberikan kursi Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Ketua DPP Partai Gerindra Sodik Mudjahid mengklaim, hal itu tak lepas dari semangat rekonsiliasi yang didorong Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto beberapa waktu lalu.

Gerindra berpendapat, komposisi terbaik parlemen 2019-2024 partainya mengisi kursi ketua MPR. Sementara, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menempati posisi Ketua DPR. "Dengan semangat tersebut, komposisi terbaik adalah ketua MPR Gerindra, ketua DPR PDIP, Presiden Joko Widodo," ujar Sodik lewat keterangan resminya, Jumat (19/7).

Menurut dia, komposisi ketua MPR dan DPR itu tak harus terkait dan menunggu komposisi terakhir koalisi oposisi dan pemerintah. Menurut Sodik, rakyat dan bangsa Indonesia sudah memahami keberadaan dan posisi PDIP dan Gerindra.

Selain itu, ia menjelaskan inti rekonsiliasi adalah memperkokoh semangat kebersamaan demi kepentingan Indonesia yang lebih besar. Ia menilai, persatuan dan kesatuan menjadi modal paling penting memperkuat kembali kedaulatan dan kemajuan bangsa.

“Semangat rekonsiliasi untuk kebersamaan serta kesatuan dan persatuan bangsa ini pertama-tama harus diwujudkan oleh para wakil rakyat anggota MPR, terutama oleh para pemimpin partai politik, dalam menetapkan ketua MPR,” ujarnya.

Terlebih, PDIP juga sudah membuka kemungkinan agar partai koalisi Indonesia Adil Makmur menempati kursi pimpinan MPR. Wakil Sekretaris Jenderal PDIP Ahmad Basarah mengatakan, kemungkinan itu bisa terjadi dalam proses musyawarah memilih pimpinan MPR nanti.

Basarah yang juga wakil ketua MPR itu menyatakan, pada periode 2019-2024, jumlah pimpinan MPR RI akan berjumlah lima orang. Menurut dia, lima orang tersebut harus menampilkan postur fraksi parpol-parpol dan DPD RI.

Menurut Basarah, unsur pimpinan MPR harus merepresentasikan kekuatan parpol yang ada di parlemen sehingga tidak ada lagi blok Koalisi Indonesia Kerja atau blok Indonesia Adil Makmur. "Semua diharapkan melebur dalam komposisi itu sehingga pimpinan MPR dapat mewarnai spektrum politik nasional dan mereka bisa menjadi representasi persatuan Indonesia," kata dia.

Namun, Golkar dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) meradang terkait peluang masuknya Gerindra ataupun partai koalisi pendukung Prabowo-Sandiaga mendapat kursi pimpinan MPR. Golkar menolak memberikan kursi pimpinan MPR kepada Gerindra. Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily mengatakan, posisi itu sudah seharusnya diberikan kepada partai berlambang pohon beringin.

"Ketua MPR RI itu logisnya diduduki partai pemenang kedua perolehan kursi di DPR RI, yang diduduki Partai Golkar," ujar Ace Hasan Syadzily saat dihubungi, Jumat (19/7).

Ia menjelaskan, rekonsiliasi antara Jokowi dan Prabowo bukan merupakan ajang bagi-bagi kursi. Namun, jika Gerindra juga mengincar kursi Ketua MPR, hal tersebut harus dibicarakan terlebih dahulu dengan partai koalisi pendukung Jokowi-Ma'ruf. "Pembicaraan rekonsiliasi kan bukan sekadar bagi-bagi kursi, kalaupun membahas itu, seharusnya dibicarakan bersama dengan KIK (Koalisi Indonesia Kerja)," kata Ace.

Meski partainya mengaku tetap membuka komunikasi, Golkar akan mempertahankan kursi ketua MPR menjadi milik mereka. Apalagi, partai dengan warna dominan kuning itu juga telah menjalin komunikasi dengan partai lain terkait posisi tersebut. "Rasionalisasi politiknya jelas, kalau PDIP dapat kursi ketua DPR, ya Golkar sebagai pemenang kedua dapat kursi ketua MPR, itu logis saja," ujar Ace.

Sementara itu, Ketua DPP PKB Abdul Kadir Karding meminta Gerindra tetap memosisikan diri sebagai partai oposisi. Karding beralasan, sejak awal Gerindra sebagai pengusung Prabowo-Sandiaga memosisikan diri menjadi penantang Jokowi-Ma'ruf.

"Walaupun tentu kalau bicara soal ideal, partai-partai sejak awal memilih berbeda dengan Pak Jokowi mestinya sudah menyiapkan diri untuk menjadi partai oposisi kalau dia kalah, sebaiknya kalau dia menang menjadi partai pemenang," kata Karding, Jumat.

Ia menilai, dengan begitu akan memperlihatkan karakter dan identitas dari partai tersebut. Selain itu, menurut dia, keberadaan Gerindra sebagai oposisi juga akan membantu membangun tradisi keseimbangan (cek and balance) antara pemerintah dan DPR. "Artinya, ke depan itu siapa pun yang menang, dia akan memerintah, siapa pun yang kalah menyiapkan diri untuk beroposisi. Ini yang ideal," ujar Karding.

Karding juga menanggapi perihal masuknya Gerindra dalam bursa ketua MPR sebagai tindak lanjut pascapertemuan Jokowi dan Prabowo beberapa waktu lalu. Karding menilai, pertemuan memang bagian politik untuk bekerja sama menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.

Namun, pertemuan tidak diartikan sebagai pembagian kekuasaan atau power sharing. "Artinya, kita ingin sebagai bagian dari politik bangsa kita menjaga persatuan maka kita perlu bertemu, kita perlu bekerja sama, tapi tidak sampai pada power sharing," katanya menegaskan. N fauziah mursid/nawir arsyad akbar, ed: agus raharjo

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement