Sabtu 20 Jul 2019 04:52 WIB

Korban Pelecehan Seksual di JIS Ajukan Gugatan Perdata

Keluarga korban kecewa Jokowi memberikan grasi pada pelaku pelecehan seksual

Pelecehan seksual terhadap anak (ilustrasi)
Pelecehan seksual terhadap anak (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  - Pihak korban pelecehan seksual yang terjadi di Jakarta International School (sekarang Jakarta Intercultural School/JIS) tengah mengajukan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).

Langkah ini diambil keluarga korban karena hingga saat ini korban masih dalam perawatan dan trauma atas apa yang dilakukan oleh salah satu pelaku, Neil Bantleman. Apalagi, Neil mendapatkan grasi dari presiden.

"Persisnya saya enggak tahu, tetapi ratusan miliar gitu. Kerugian materil dan imateril. Karena anaknya itu sampai sekarang masih perawatan psikiater. Masih harus dirawat rutin karena trauma yang dialaminya," kata kuasa hukum keluarga korban, Tommy Sihotang saat ditemui di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (19/7).

Pendaftaran gugatan perdata itu, kata Tommy, sekitar setahun lalu, namun gugatan yang saat ini dalam tahap mediasi itu berlangsung gagal. "Mediasinya selesai dan gagal, ini sekarang sudah masuk ke substansi jawaban," katanya.

Setelah mediasi menemui kegagalan, keluarga korban geram saat mengetahui  Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan grasi dan kalau Neil saat ini sudah kembali ke Kanada hingga akhirnya keluarga korban meminta agar Jokowi memperhatikan kasus ini lebih cermat dengan memberikan perlindungan hukum.

"Grasi tersebut tidak kita terima kabarnya, kami baca di teks berjalan televisi aja bahwa terpidana kasus JIS pedofil itu diberikan grasi dan sudah pulang ke Kanada. Begitu kita tahu, kita buat suratnya ke presiden langsung. Tolong dong perhatikan anak bangsa ini," tuturnya.

"Itu yang saya katakan tadi, bahkan waktu kasasi hakim memperberat hukumannya ditambah satu tahun karena dia sudah merusak seorang anak dan berbelit belit tidak mengakui perbuatannya. Itulah salah bukti kami mengajukan perdata," ujarnya.

Dengan adanya grasi ini, keluarga merasa kecewa atas keputusan Jokowi. Sebab, apa yang dilakukan Neil tak bisa dimaafkan.

"Mereka sangat kecewa, artinya tidak menyangka seorang pedofil seperti dia itu dapat pengampunan. Saya kira seluruh dunia orang beradab itu setuju kejahatan yang paling memuakkan itu adalah pedofilia.Saya berani katakan ini karena itu sudah menjadi kekuatan hukum tetap. Itu sadis itu," ucapnya.

Sebelumnya, Neil Bantleman, terpidana kasus pelecehan seksual siswa Jakarta International School (sekarang Jakarta Intercultural School/JIS) dinyatakan bebas. Warga Negara Kanada itu bebas usai mendapat grasi dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada 19 Juni lalu.

"Neil Bantleman mendapat grasi dari presiden pada 19 Juni 2019," ujar Kabag Humas Direktorat Jenderal Permasyarakatan Ade Kusmato saat dikonfirmasi, Jumat (12/7).

Ade menjelaskan grasi yang diberikan Jokowi tertuang dalam Keppres Nomor 13/G Tahun 2019 tertanggal 19 Juni 2019. Berdasarkan Keppres tersebut, hukuman mantan guru JIS itu berkurang dari 11 tahun menjadi 5 tahun dan denda Rp100 juta.

"Sudah bebas dari Lapas Klas 1 Cipinang tanggal 21 Juni 2019. Dendanya juga sudah dibayar," ucap Ade.

Di dalam kasus ini, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis 10 tahun penjara kepada guru Jakarta Internasional School (JIS) Neil Bantleman dan istrinya Ferdinand Tjiong atas kasus pelecehan seksual di sekolah tersebut. Putusan tersebut lebih ringan dibandingkan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yaitu 12 tahun.

Neil sempat bebas beberapa bulan, sebelum Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman 11 tahun penjara terhadap dua guru Jakarta International School (JIS) atas dugaan kasus pencabulan murid. Setelah mendapat grasi dari Jokowo, Neil bebas dan dilaporkan telah kembali ke Kanada.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement