Kamis 18 Jul 2019 17:43 WIB

Kemendagri Jelaskan Polemik Wali Kota Tangerang-Kemenkumham

Kemedagri menyatakan polemik Kemenkumham dan wali kota karena beda persepsi.

Rep: Dian Erika Nugraheny / Red: Ratna Puspita
Wali Kota Tangerang Arief R Wismansyah dan Gubernur Banten Wahidin Halim, bertemu dengan Sekjen Kemenkumham Bambang Rantam Sariwanto di Kantor Kemendagri, Kamis (18/7). Pertemuan yang difasilitasi oleh Kemendagri ini bertujuan memediasi polemik sengketa tanah antara Kememkumham dan Pemkot Tangerang.
Foto: Republika/Dian Erika Nugraheny
Wali Kota Tangerang Arief R Wismansyah dan Gubernur Banten Wahidin Halim, bertemu dengan Sekjen Kemenkumham Bambang Rantam Sariwanto di Kantor Kemendagri, Kamis (18/7). Pertemuan yang difasilitasi oleh Kemendagri ini bertujuan memediasi polemik sengketa tanah antara Kememkumham dan Pemkot Tangerang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Hadi Prabowo, mengatakan polemik tanah antara Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) dengan Wali Kota Tangerang Arief Wismansyah disebabkan perbedaan persepsi di antara kedua pihak. Saat ini, kedua pihak telah sepakat mencari solusi untuk menyelesaikan polemik ini. 

"Ini ada perbedaan persepsi. Kalau kita lihat atas dasar peraturan soal tata ruang dalam Perda Kota Tangerang Nomor 6 Tahun 2012, yang diperuntukkan kepada pemerintah, untuk perdagangan dan jasa memang tidak ada pelanggaran," ujar Hadi kepada wartawan usai menggelar mediasi dengan Wali Kota Tangerang, Gubernur Banten dan Sekjen Kemenkumham di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Kamis (18/7).

Baca Juga

Namun, dalam perda itu ada sejumlah aturan teknis yang kemudian menjadi acuan oleh Wali Kota Tangerang untuk mengambil kebijakan.  Pada 2011 hingga 2015 sudah ada kesepakatan bersama di mana Wali Kota harus memberikan izin untuk mendirikan lahan bangunan.  

Bahkan, kesepakatan ini terakhir dilakukan pada 16 Oktober 2018. Namun, Wali Kota Arief memiliki pandangan sendiri. 

"Beliau punya persepsi bahwa perizinan itu harus tunggu revisi (aturan) selesai. Tetapi secara hukum perizinan itu tidak perlu nunggu, karena revisi prosesnya panjang. Evaluasi yang dilakukan Pak Gubernur Banten kan juga harus survei lapangan, lihat tempat kepada kenyataan itu kan proses yang lama sehingga harus gunakan acuan yang ada, " jelas Hadi.  

Dalam mediasi hari ini dicapai kesepakatan, aturan yang kurang lengkap itu bisa saling dilengkapi. Selain itu, ada juga kesepakatan agar lahan-lahan dari Kemenkumham yang belum diserahkan untuk kepentingan Pemerintah Kota Tangerang agar dicarikan solusinya.   

"Lahan-lahan dari Kemenkumham yang belum diserahkan ke Kota Tangerang nanti kami fasilitasi dengan mengundang Kementerian PU-Pera.  Kemudian soal teknis bangunan untuk fasilitas sosial-fasilitas umum (fasos-fasum) dengan Kemenkeu agar diserahkan ke Pak Wali Kota karena itu barang milik negara," tegas Hadi. 

Polemik soal lahan ini bermula dari nota keberatan Wali Kota Arief atas pernyataan Menkumham Yasonna Laoly yang menyebutkan bahwa Pemkot Tangerang sengaja menyulitkan pembangunan Politeknik Imigrasi (Poltekim) dan Politeknik Pemasyarakatan (Poltekip) pada Selasa (9/7). 

Pernyataan Yasonna yang menyebutkan bahwa Wali Kota Tangerang kurang ramah juga menambah polemik antardua pejabat publik tersebut. Pernyataan Yasonna awalnya direspons dengan mematikan layanan PJU dan pengangkutan sampah di kompleks kehakiman pada Kamis (11/7) hingga Sabtu (13/7) dan kemudian diaktifkan kembali pada Ahad (14/7).

Pelayanan kembali berjalan setelah masyarakat di sana menemui Arief untuk menormalkan layanan kembali. Namun, karena keberatan Pemkot Tangerang tidak digubris, terjadilah penghentian layanan publik di kantor-kantor yang ada dalam naungan Kemenkumham pada Senin (15/7).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement