REPUBLIKA.CO.ID, TERNATE -- Lambatnya bantuan datang membuat kepala desa (kades) di sejumlah wilayah Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara (Malut), memanfaatkan dana desa (DD) untuk memenuhi kebutuhan makan bagi korban gempa. Padahal, dana desa seharusnya untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.
Pada hari Senin (15/7) lalu ketika warga di pengungsian sudah membutuhkan makanan, kepala desa memutuskan menggunakan dana desa guna membeli beras untuk dibagikan kepada warga karena bantuan Pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan belum ada. Kepala Desa Ranga-Ranga, Kecamatan Gane Barat, Derek Mathias mengatakan, saat terjadi gempa 7,2 SR Ahad (14/7) lalu, warganya yang berjumlah sekitar 800 jiwa langsung berlari ke daerah yang lebih tinggi dan mengungsi.
"Sampai saat ini sebagian warga masih berada di pengungsian karena mereka masih takut kembali ke rumah menyusul masih sering terjadinya gempa susulan yang dikhawatirkan menimbulkan tsunami," kata Derek, Selasa (16/7).
Sejak Senin lalu, Pemkab Halmahera Selatan sudah mendistribusikan bantuan bahan makanan, tenda, dan obat-obatan sebanyak 200 ton. Pengiriman bantuan dilakukan melalui jalur laut.Namun, bantuan lambat datang karena cuaca buruk.
Tidak hanya kesulitan dana guna memenuhi kebutuhan pangan, Pemkab Halmahera Selatan, Maluku Utara, juga membutuhkan tenda untuk didistribusikan kepada korban gempa bumi di sejumlah wilayah yang masih di pengungsian. Pasalnya, persediaan tenda untuk pengungsi sudah habis.
"Seluruh tenda yang ada di Halmahera Selatan sudah habis didistribusikan ke warga korban gempa, tetapi masih kurang dan membutuhkan tambahan lebih banyak lagi," kata Sekretaris Daerah (Sekda) Pemkab Halmahera Selatan, Helmi Surya Botutihe, Selasa.
Helmi mengatakan, sebagian korban gempa memang sudah meninggalkan pengungsian. Namun, pengungsi tetap membutuhkan tenda se ba gai tempat bernaung sementara karena rumah mereka mengalami kerusakan berat.
Helmi berharap Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku Utara dan pemerintah pusat serta pihak terkait lainnya membantu mendistribusikan tenda kepada korban gempa di daerah tersebut, terutama di wilayah Gane Barat dan Gane Timur yang paling banyak terkena dampak gempa. Warga Kabupaten Halmahera Selatan yang tidak kena dampak gempa juga diharapkan memberikan bantuan kepada korban gempa melalui posko di Pemkab Halmahera Selatan.
Sementara itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menjadwalkan bantuan untuk penanganan dampak gempa Maluku Utara akan tiba hari Kamis (18/7). Pelaksana Harian Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat BNPB, Agus Wibowo, mengatakan, bantuan terlambat datang karena terkendala akses dan cuaca buruk.
"Penyaluran bantuan terkendala akses karena dari Ternate ke Labuha, ibu kota Kabupaten Halmahera Selatan, hanya ada satu kali penerbangan setiap hari dan selalu penuh," kata Agus dalam jumpa pers di Graha BNPB, Jakarta, Selasa.
Agus mengungkapkan, selain menggunakan pesawat, perjalanan dari Ternate ke Labuha bisa dilakukan menggunakan kapal feri dengan waktu tem puh 10 jam. Perjalanan dari Ternate ke Labuha juga bisa ditempuh melalui Sofifi menggunakan perahu motor dilanjutkan dengan perjalanan darat. "Posko utama penanganan gempa Halmahera ditempatkan di Labuha, sedangkan posko lapangan berada di Saketa," kata Agus.
Tak hanya itu, BNPB juga mengeluarkan dana siap pakai sebesar Rp 500 juta untuk penanganan gempa. Dana tersebut akan digunakan untuk biaya operasional penanganan darurat gempa. 'Direncanakan Rp 500 juta," ujar Agus.
Menurut Agus, jumlah dana siap pakai tersebut dapat bertambah jika memang diperlukan. Dana dikeluarkan sebagai awal untuk keperluan operasi tanggap darurat di lokasi terdampak gempa. "Jadi, untuk keperluan operasi awal masih Rp 500 juta, nanti bisa diajukan lagi," kata Agus.
Hingga saat ini BNPB mencatat dampak gempa menyebabkan 3.104 orang mengungsi di 15 titik pengungsian. Kemudian, sebanyak 51 orang luka dan empat lainnya meninggal dunia. Gempa merusak 971 rumah, tujuh sekolah, tiga rumah ibadah, serta tiga jembatan. Gempa susulan juga masih terjadi sebanyak 93 kali. (ronggo astungkoro/antara ed: nora azizah)