Selasa 16 Jul 2019 19:47 WIB

Guru Honorer di Lampung Dibayar Rp 200 Ribu Per Bulan

Guru Sudiono sudah mengabdi selama lebih dari 20 tahun.

Rep: Mursalin Yasland/ Red: Ani Nursalikah
Ilustrasi guru honorer
Ilustrasi guru honorer

REPUBLIKA.CO.ID, LAMPUNG --Seorang guru honorer di sebuah sekolah Kabupaten Pesawaran, Lampung, Sudiono hanya memperoleh imbalan Rp 200 ribu per bulan. Jumlah tersebut tak sebanding dengan tugas dan tanggung jawabnya di kelas saat mengajar murid setiap hari.

Sudiono sudah mengabdi sebagai guru selama lebih dari 20 tahun. “Honor saya Rp 200 ribu setiap bulan. Saya sudah mengajar 20 tahun, tapi belum juga diangkat sebagai pegawai negeri,” ujar Sugiono kepada Republika.co.id, Selasa (16/7).

Baca Juga

Menurut dia, honor yang diterimanya setiap bulan adalah honor terkecil. Sedangkan honor yang diterima tertinggi hanya Rp 500 ribu. Itu pun tidak banyak yang menerimanya, apalagi hitungan masa kerjanya satu sampai lima tahun.

Untuk memperkuat keberadaannya sebagai guru honorer ia tergabung dalam Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGSI) Lampung. Di organisasi tersebut, berkumpul para guru honorer yang setiap saat memperjuangkan nasibnya kepada pemerintah daerah dan pusat.

“Harapannya dapat diangkat menjadi pegawa negeri biar kesejahteraan kami sebagai guru berubah,” ujarnya.

Meski sudah lama menjadi guru honorer dan bergabung dengan PGSI, perjuangan para guru honor tak kunjung berhasil. Padahal, peran dan tanggung jawab guru honor di sekolah swasta sama pentingnya dengan guru Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau Aparatur Sipil Negara (ASN). Mereka sama-sama mengajar mata pelajaran di kelas, waktu masuk sekolah dan pulang seolah juga sama, serta beban mengajar juga sama.

Hal senada diungkapkan Kuswanto. Guru SMP swasta di Kabupaten Lampung Selatan tersebut juga menceritakan, nasib guru honor semakin tidak jelas dari pemerintah daerah maupun pusat. “Kami sudah berjuang di daerah dan pusat, tapi belum juga didengar apalagi direalisasikan,” ucapnya.

Setiap anggota PGSI sudah sering melakukan aksi baik di DPRD, Pemda, dan juga di kementrian. Namun, hasilnya tetap nihil. Para pejabat yang ditemui hanya memberikan janji bukan bukti. Mereka berdalih pengangkatan sebagai PNS diatur oleh pusat bukan dari daerah.

“Begitulah mereka lempar batu sembunyi tangan,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement