REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Thomas Djamaluddin, menyebutkan, faktor pemicu bencana dari faktor kosmogenik perlu diwaspadai. Faktor kosmogenik merupakan faktor yang bersumber dari alam di luar bumi.
"Walaupun bukan penyebab utama, faktor pemicu bencana dari faktor kosmogenik perlu diwaspadai," ujar Thomas kepada Republika, Selasa (16/7).
Ia menjelaskan, sekitar bulan baru atau bulan purnama, pasang akibat gravitasi bulan diperkuat oleh gravitasi matahari yang berada hampir satu garis. Hal itu dapat mengakibatkan naiknya air laut yang lebih tinggi dari pasang biasa.
Air pasang akan semakin tinggi jika posisi bulan dan matahari segaris dan jaraknya dari bumi pada posisi terdekat. Efek pasang surut itu, kata Thomas, sebenarnya juga dialami oleh kulit bumi.
Meskipun gayanya relatif kecil jika dibandingkan dengan gaya yang menggerakkan lempeng bumi dan bagian-bagiannya, ia meyakini pasang surut berpotensi memicu pelepasan energi yang berdampak gempa atau gunung meletus. "Sekali lagi, hanya sebagai pemicu pelepasan energi, karena sebenarnya penumpukan energi sepenuhnya merupakan proses geologis di kulit bumi," ujar dia.
Thomas menerangkan, walau secara statistik belum ditemukan bukti yang meyakinkan kaitan pasang surut maksimum bulan-matahari dengan kejadian gempa, tetapi beberapa gempa besar terjadi sekitar bulan purnama atau bulan baru. Sedangkan kaitannya dengan peristiwa gunung meletus, secara statistik telah ditemukan, sebagian besar kejadian gunung meletus terjadi sekitar bulan baru atau bulan purnama.
"Terkait dengan hubungannya dengan gempa, situs USGS memaparkan jawaban ringkas, riset mutakhir mengindikasikan ada kaitan efek pasang surut bulan dan matahari saat purnama atau bulan baru dengan beberapa jenis gempa," terangnya.
Ia menuturkan, salah satu mekanismenya adalah karena pengurangan efek “jepitan” pada wilayah lempeng yang menyusup ke bawah lempeng lainnya karena berkurangnya gaya yang menekannya akibat efek pasang surut. Berkurangnya “jepitan” lempeng di atasnya, maka lempeng kemudian menyusup ke bawah dan melepaskan energi tekanannya berupa gempa.
"Hal ini yang tampaknya menjelaskan beberapa kejadian gempa terjadi pada pagi hari, seperti gempa Aceh 2004, saat pasang rendah atau surut terjadi di sekitar wilayah tersebut, sedangkan pasang tinggi pada arah matahari/bulan," jelas dia.