Selasa 16 Jul 2019 07:24 WIB

Kisah Guru yang Tinggal di Toilet Sekolah

Guru honorer tersebut hanya bergaji Rp 350 Ribu.

Nining (44) guru honorer di  SD Negeri Karya buana 3, Kecamatan Cigeulis, Kabupaten Pandeglang, terpaksa harus tinggal di toilet sekolah tempatnya mengajar karena kondisi ekonomi yang lemah, Senin (15/7).
Foto: Republika/Alkhaledi Kurnialam
Nining (44) guru honorer di SD Negeri Karya buana 3, Kecamatan Cigeulis, Kabupaten Pandeglang, terpaksa harus tinggal di toilet sekolah tempatnya mengajar karena kondisi ekonomi yang lemah, Senin (15/7).

REPUBLIKA.CO.ID, Dua tahun lalu, rumah miliknya roboh karena reyot dimakan usia. Kondisi itu memaksa Nining Suryani sekeluarga harus angkat kaki dari bangunan yang hanya terbuat dari kayu. Namun, lantaran faktor ekonomi, Nining tak punya banyak pilihan hingga akhirnya dia dan keluarga menempati ruangan di samping toilet tempat sekolahnya mengajar.

Nining berprofesi sebagai guru honorer di SD Negeri Karya Buana 03 di Kecamatan Cigeulis, Kabupaten Pandeglang, Banten. Ia mengaku belakangan tinggal satu bangunan dengan toilet sekolah, tempatnya mengajar, karena terkait dengan kondisi perekonomian.

Kepada Republika, Nining merawikan dengan gaji hanya Rp 350 ribu per bulan dan suaminya Ebi (46) yang bekerja serabutan, membuat dirinya urung untuk membenahi rumahnya yang roboh. Kesulitannya ditambah dengan fakta bahwa masih ada anak yang harus mereka cukupi kebutuhannya.

"Saya tinggal di sini karena tidak ada lagi tempat tinggal, karena rumah saya roboh. Mau bangun lagi nggak ada uang, karena buat anak sekolah. Anak saya yang kecil sekolah pesantren di Kecamatan Saketi, seorang lagi di Jakarta kuliah walaupun sekarang sudah berhenti karena mau kerja," kata Nining saat ditemui di kediamannya di SDN Karya Buana 03, Senin (15/7).

Nining sudah mengajar di sekolah tersebut selama 15 tahun. Setelah rumahnya roboh dua tahun lalu, dia yang pertama kali meminta kepada kepala sekolah SDN Karya Buana 03 untuk diberikan izin tinggal di ruangan yang ada di samping toilet sekolah. Izin akhirnya diberikan walaupun pihak sekolah berat memberikan putusan tersebut.

"Nggak ada bau, nyaman kok di sini. Apalagi belakang sekolah sini kan kebun jadi sejuk. Listrik juga diberi gratis sama sekolah," kata dia mensyukuri keadaan.

Sebenarnya ada dua ruangan sekolah yang dijadikan Nining untuk aktivitasnya sehari-hari. Ruang pertama, yaitu kamar toilet sekolah yang digunakan Nining untuk dapur dan tempat shalat, sementara ruang kedua yang ada di samping toilet digunakan sebagai ruang tidur dan tempat usaha warung jajanan siswa.

Untuk ruang tidur dan warung jajanan, masing-masing sekiranya berukuran 3x3 meter yang hanya dibatasi dengan sekat kayu triplek tipis untuk menutupi ruang tidur. Adapun ruang dapur Nining yang bercampur dengan kamar toilet sekolah, ditaruhi peralatan memasak, seperti penggorengan dan kompor gas di depan pintu toilet khusus guru.

"Sempat dilarang sebenarnya, cuma kan tidak tinggal pas di toiletnya. Jadi memang kamar toilet itu kita buat untuk dapur, tapi untuk tidur dibuatkan ruangan di sampingnya lagi," ujar Nining.

Pemberian izin kepala sekolah untuk membuka usaha warung di sekolah, menurut dia, sangat membantu dalam mencukupi kebutuhan keluarga. Meskipun ada kisah pilu lain menyertai pembukaan usaha warung yang dijalankannya. Kenyataan bahwa modal usaha yang digunakannya untuk sekadar membuat makanan gorengan dan makanan ringan para siswa ternyata didapat dari bank keliling.

"Modalnya didapat dari bank keliling Rp 500 ribu, seminggunya cicil bayar Rp 50 ribu. Habis ke mana lagi saya bisa dapat modal usaha untuk kebutuhan sehari-hari ini kalau bukan dari cara ini," kata Nining. Penghasilan yang saat ini didapatnya dari mengajar dan berjualan, menurut dia, memang belum mampu menutupi semua kebutuhan sehari-hari keluarganya.

photo
Nining (44) guru honorer di SD Negeri Karya buana 3, Kecamatan Cigeulis, Kabupaten Pandeglang, terpaksa harus tinggal di toilet sekolah tempatnya mengajar karena kondisi ekonomi yang lemah, Senin (15/7).

Bahkan, untuk membiayai pendidikan anak bungsunya yang saat ini belajar di pesantren, Nining harus membayar uang sekolah Rp 350 ribu yang belum dihitung biaya jajannya. Adapun untuk anak pertama Nining saat ini sudah mandiri karena bekerja di Jakarta.

"Mau bagaimana lagi kan gaji Rp 350 ribu yang dibayar setiap tiga bulan, kalau dibilang tidak cukup memang tidak. Tapi saya tetap ngajar, supaya bisa menyalurkan ilmu saya. Sekarang sedikit-sedikit juga sudah terbantu dengan adanya warung walaupun cuma kayak gitu," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement