Senin 15 Jul 2019 18:41 WIB

Dinilai Merugikan, Buruh Jabar Tolak Revisi UU No 13

Aturan yang merugikan buruh, salah satunya adalah pesangon.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Agus Yulianto
Buruh di Jabar menolak rencana revisi UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Mereka menilai, banyak pasal yang merugikan kaum buruh.
Foto: Foto: Istimewa
Buruh di Jabar menolak rencana revisi UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Mereka menilai, banyak pasal yang merugikan kaum buruh.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Buruh di Jabar menolak rencana revisi UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Mereka menilai, banyak pasal yang merugikan kaum buruh. 

"Dari hampir 37 pasal yang beredar kita melihat itu semuanya merugikan sehingga buruh menolak bahkan semua elemen buruh menyikapi hal ini. Kami akan menggelar aksi unjuk rasa," ujar Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Roy Jinto, kepada wartawan di acara Musyawarah Daerah (Musda) V Federasi Serikat Pekerja Tekstil, Sandang dan Kulit Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP TSK SPSI), Senin (15/7).

Menurut Roy, dalam Musda pun dibahas, rencana aksi unjuk rasa dalam menyikapi revisi UU Nomor 13 tersebut. Oleh karena itu, dalam waktu dekat, buruh akan melakukan FGD dengan mengundang akademisi utk mengkaji revisi tersebut.  Selain itu, ada langkah dengan pemerintah untuk berudensi. Yakni, dengan DPRD, DPR RI dan Kementerian. 

"Kami akan membuat petisi penolakan revisi draft Uu 13. Forum pun akan menentukan aksi untuk melakukan penolakan di Jabar karena sepanjang revisi berpengaruh buruk, kaum buruh akan menolak dan turun ke jalan menolak draft itu," paparnya.

Saat ditanya tentang aturan mana saja yang merugikan buruh, Roy mengatakan, kalau melihat draft dari pesangon itemnya berkurang dari 9 menjadi 5. Kemudian usulan pemerintah jadi 7. Upah pun, menjadi dua. Dalam konsepnya, ada padat karya dan ada per jam. 

"Ini diskriminasi terhadap perburuhan di Indonesia. Dalam momentum Musda 3 hari ke depan kami akan bahas dan akan melakukan penolakan," kata Roy seraya mengatakan, penolakan tersebut tentu nantinya harus ada kajian akademisi, Pakar hukum ketenagakerjaan dan praktisi. 

Selain membahas soal revisi Uu 13, menurut Roy, Musda pun membahas tentang buruh yang menghadapi revolusi industri. Karena, dalam menghadapi revolusi industri harus dirumuskan bagaimana sikap buruh. 

"Harapannya dalam revolusi industri jangan ganti tenaga kerja jadi robot. Kan bisa dipindahkan keahliannya ke bidang lain," katanya.

Roy berharap, konsep pemerintah jelas road mapnya bagaimana. Karena, saat ini proses sertifikasi pun biayanya cukup mahal. Roy menilai, di Jabar banyak perhotelan yang sertifikasi tapi industri Garmen dan Tekstil tak digarap. "Sehingga  kita minta setelah sosialisasi revolusi industri bagaimana menghadapinya," katanya.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat, Mochamad Ade Afriandi, mengatakan, pihaknya ingin mempunyai konsep bersama menyikapi revisi Uu 13 tersebut. Karena, semua stakeholders memang bisa duduk bersama untuk menyuarakan aspirasi ke nasional.

"Ini suara semua stake holders di Jabar. Pekerja sejahtera, itu langkah-langkah awal yang akan dilakukan di semester 2. Kami berpikir  untuk buat rangkuman suara mereka (buruh) di Jabar," katanya.

Pihaknya terbuka menerima semua usulan dari buruh. Bahkan, Disnakertrans Jabar pun mengapresiasi pembahasan yang dilakukan oleh unsur pemerintah, buruh dan usaha. 

Terkait revolusi 4.0, kata Ade, Disnakertrans Jabar sudah mengetahui perkembangan teknologi. Jadi, pihaknya mempelajari semua tuntuan 4.0 tersebut. Karena, Janar harus punya tenaga kerja yang berdaya saing serta kompetitif.

Salah satu upaya yang dilakukan Disnakertrans Jabar, kata dia, adalah  mengembangkan migran service center. Pihaknya ingin, buruh migran bergeser  bukan menjadi asisten rumah tangga tapi banyak pekerjaan di luar dan dalam negeri yang dibekali keahlian.

Disnakertrans Jabar, kata dia, ingin Balai Latihan Kerja (BLK) yang ada, terus dilakukan sertifikasi bukan hanya pasar kerja dalam negeri tapi juga luar negeri.

Untuk sertifikasi calon tenaga kerja Jabar, Disnakertrans Jabar mengalokasikan Rp 2 miliar untuk 2020. 

Karena, tahun ini sertifikasi banyak dilakukan oleh swasta. "Tekstil dan garmen kami lihat bukan hanya keahliaan tapi harus re-skilling," katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement