Senin 15 Jul 2019 04:02 WIB

Kisruh Sebuah Memo

Polisi Metropolitan Inggris melakukan penyelidikan kriminal atas bocornya memo itu.

 Ani Nursalikah
Foto: Republika/Kurnia Fakhrini
Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ani Nursalikah*

Mungkin tidak akan pernah terbayang di benak Kim Darroch, selama kariernya sebagai seorang diplomat senior, dia akan dihina dengan kata-kata 'sangat bodoh', 'gila', dan 'angkuh'. Hal yang (sebenarnya tidak) mengejutkan adalah celaan tersebut keluar dari mulut seorang Donald Trump, Presiden AS.

Trump, sebagaimana kebiasaannya, menuangkan kekesalannya melalui akun Twitter pribadinya. Tidak hanya mencaci Darroch, dia bahkan menyinggung kiprah Perdana Menteri Inggris Theresa May yang dinilainya gagal mengawal keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit). Padahal Trump kerap bergandengan tangan dengan May setiap mereka bertemu.

Siapa Darroch? Dia ditunjuk mengisi pos dubes Inggris untuk AS pada 2015. Sebelumnya dia berperan sebagai penasihat keamanan nasional PM David Cameron pada 2012-2015. Darroch yang memiliki nama panggilan Kimbo itu juga menjadi penasihat saat pemerintahan Tony Blair dan Gordon Brown.

Dilansir di Guardian, dia memulai pengabdiannya pada 1977 dan sejak saat itu kariernya sebagai diplomat menanjak. Dia pernah menjadi dubes dari Jepang hingga Italia. Sebagai penasihat keamanan, Darroch bepergian ke zona perang, memimpin pertemuan krisis internasional, mulai dari agresi Rusia di Ukraina hingga ambruknya pemerintahan Libya.

Saat berada di Gedung Putih tidak lama setelah Trump dilantik, menurut Politico, Trump mengatakan kepada Darroch telah menonton wawancaranya dengan Fox News. "Anda akan menjadi bintang TV!" ujar Trump kala itu.

Darroch memang dikenal sebagai pribadi yang luwes dan menghibur sehingga disenangi banyak orang. Tidak jarang dia menggelar pesta di kediamannya di Washington. Tamu pestanya meliputi orang-orang Trump, seperti penasihat Gedung Putih Kellyanne Conway, Menteri Keuangan Steven Mnuchin, Menteri Perdagangan Wilbur Ross, dan mantan sekretaris media Gedung Putih Sarah Sanders dan Sean Spicers.

Sanders juga menghadiri jamuan makan malam pribadi beberapa bulan lalu. Putri Donald Trump, Ivanka Trump dan suaminya Jared Kushner juga sering menghadiri pesta Darroch.

Yang terjadi akhir pekan lalu adalah sebuah Darroch disebut menggambarkan pemerintahan Trump tak kompeten dan disfungsi. Penilaian itu diungkap surat kabar Inggris Mail on Sunday, mengutip memo rahasia mulai dari 2017 hingga saat ini yang diduga bocor.

Dalam memonya, Darroch pun menyinggung tentang laporan media tentang adanya perpecahan atau perselisihan di Gedung Putih. Menurut dia, sebagian besar kabar tersebut benar. Namun tak diungkap secara detail tentang hal tersebut.

Pada memo yang ditulis bulan lalu, Darroch menggambarkan kelimpungan di pemerintahan mengenai keputusan Trump membatalkan serangan militer terhadap Iran. Kendati demikian, menurut dia, Trump masih dapat memicu konflik dengan Iran.

Darroch pun memperingatkan para pejabat Inggris agar tidak mencoreng Trump. Dia berpendapat, Trump masih memiliki peluang besar memenangkan pilpres AS pada 2020.

Tak ayal, bocornya informasi rahasia tersebut membuat hubungan kedua negara canggung. Darroch mengirim pesan tersebut melalui saluran kabel rahasia, sebagaimana mestinya. Namun, kebocoran ini merupakan pelanggaran besar keamanan diplomatik. Karenanya, polisi mesti turun tangan dan menyelidiki dimana dan bagaimana kebocoran bisa terjadi.

Pemerintah Inggris melalui juru bicara May mengungkapkan penyesalannya terkait insiden tersebut. Menteri Perdagangan Inggris Liam Fox mengatakan akan meminta maaf kepada Ivanka Trump saat kunjungannya ke Washington. Sedangkan Menteri Luar Negeri Inggris Jeremy Hunt mengkritik celaan Trump. Sebagai dua negara sekutu, Trump dinilai tak menunjukkan sikap atau rasa hormat.

Setelah hujatan Trump di Twitter, Darroch pun mengajukan pengunduran diri. Dia mengatakan dengan kondisi keadaan yang demikian tidak bisa melanjutkan tugasnya dengan baik. Menurutnya, para diplomat atau duta besar AS di setiap negara pasti akan memberikan pendapat atau pengamatannya kepada menteri luar negeri. Hal itu pun dilakukan duta besar Inggris di AS.

Wartawan yang melaporkan kebocoran itu, Isabel Oakeshott, merupakan pendukung Brexit dan sekutu pemimpin Partai Brexit, Nigel Farage. Trump pernah mengatakan Farage akan melakukan pekerjaan dengan baik sebagai duta besar untuk AS.

Farage mengesampingkan gagasan itu dengan mengatakan dirinya bukan diplomat. Dalam wawancara yang dimuat di Sky News, Oakeshott mengatakan materi (memo) diberikan kepadanya dan sebagai seorang wartawan dia merasa harus memberitakannya.

Ada apa di balik celaan Trump? Apakah Trump khawatir ini akan berdampak pada pemilihan presiden mendatang atau ia menunjukkan kecemasannya karena bisa saja sumber informasi di memo itu berasal dari lingkaran dekatnya, mengingat tamu pesta Darroch adalah orang-orangnya.

Pemerintah Inggris sedang mencicipi sedikit pribadi seorang Trump. Dia membuat seseorang tidak nyaman hingga 'terpaksa' mundur.

Padahal, Trump bisa menjalankan asas persona non grata, pasal 9 Konvensi Wina tentang Hubungan Diplomatik. Sesuai hukum, Inggris kemudian akan mematuhi dan memindahkan Darroch dari posnya. Namun, ia justru memilih menumpahkan kekesalan di media sosial, tidak mengundang Darroch ke acara Gedung Putih (langsung taau tidak langsung), dan menghentikan interaksi staf dengan sang dubes.

Kini Polisi Metropolitan Inggris sedang melakukan penyelidikan kriminal atas bocornya surat elektronik diplomatik itu. Asisten Komisioner Neil Basu memperingatkan siapa pun yang bertanggung jawab harus menyerahkan diri dan bertanggung jawab.

*) Penulis adalah redaktur republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement