REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik, Rico Marbun, menilai Partai Gerindra memiliki peluang besar untuk bergabung dalam gerbong koalisi pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-KH Ma'ruf Amin. Peluang tersebut menyusul pertemuan Jokowi dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di Stasiun MRT Lebak bulus Jakarta Selatan pada Sabtu (13/7).
Menurut Rico, pertemuan Prabowo dan Jokowi di MRT menunjukan ketua umum Gerindra telah menerima konsep pembangunan infrastruktur yang selama ini digaungkan presiden. “Kita tahu infrastruksutur transportasi itu satu hal yang sangat dibanggakan oleh Jokowi dalam kampanyenya yang lalu," kata dia kepada Republika.co.id, Ahad (14/7).
Akan tetapi, ia juga mengingatkan, kubu Prabowo berkali-kali mengkritik pembangunan infrastruktur darat tersebut. "Bukan hanya sekali dua kali, tetapi berkali-kali kubu Prabowo mengkritik secara kuat dengan bahasa yang cukup keras tentang logika pembangunan infrastruktur Jokowi yang lebih dikembangkan ketimbang kesejahteraan rakyat secara langsung,” kata Rico.
Untuk itu, Rico berpendapat, pertemuan di MRT menjadi simbol bahwa Prabowo sudah legawa dengan logika pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh pemerintahan Jokowi. Ia pun menilai tokoh-tokoh Gerindra dapat berpeluang masuk pada kabinet.
“Semakin berpeluang besar, karena logika pembangunan pak Jokowi yang paling besar dibantah selama kampanye kemarin adalah logika pembangunan infrastrukturnya, tetapi itu kan buktinya Prabowo sudah hadir langsung, itu kan sama halnya dengan dia sudah oke,” katanya.
Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto berjabat tangan saat tiba di Stasiun MRT Lebak Bulus, Jakarta, Sabtu (13/7). (Republika/Prayogi)
Tak hanya Gerindra, menurut Rico, PKS pun mungkin bisa masuk dalam koalisi pemerintah. Terlebih, menurut Rico, Pemilu 2024 membuka kemungkinan seluruh partai politik untuk bersaing satu sama lain meski dalam satu koalisi.
“Kalau pada akhirnya semua memutus (koalisi), siapa yang tahan sendirian," ujar dia.
Rico menerangkan pada 2024, Jokowi sudah tidak bisa lagi mencalonkan diri sebagai calon presiden. Ia memprediksikan dua hingga tiga tahun menjelang pilpres bakal terjadi kompetisi yang sangat kuat antara partai politik, bahkan sesama partai koalisi.
"Hitung-hitungan pragmatis seluruh partai masuk ke pemerintahan itu mungkin saja terjadi kalau mereka mengambil perspektif 2024 sebagau titik tolak,” katanya.