Jumat 12 Jul 2019 12:03 WIB

Revitalisasi Jatidiri Koperasi; Gerakan Ekonomi Rakyat

Koperasi telah terbukti mampu bersaing dengan kekuatan korporat berkapitalisasi besar

Ketua Komisi Pemberdayaan Umat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Azrul Tanjung memberikan keterangan kepada awak media saat menggelar konferensi pers di Jakarta, Jumat (21/4).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Ketua Komisi Pemberdayaan Umat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Azrul Tanjung memberikan keterangan kepada awak media saat menggelar konferensi pers di Jakarta, Jumat (21/4).

Koperasi sebagai salah satu pilar penggerak ekonomi yang bertumpu pada kekuatan anggotanya (comparative advantage), telah terbukti mampu bersanding dengan kekuatan korporat berkapitalisasi besar di berbagai belahan dunia. Di beberapa negara, koperasi telah berhasil menggerakkan ekonomi rakyat menjadi kekuatan korporat yang luar biasa kuat.

Di Prancis, sebagai misal, terdapat bank koperasi yang dikenal dengan Groupe Credit Agricole (GCA) yang bergerak pada jasa keuangan dan perbankan. Bisnis ini berawal dari dibentuknya 40 bank lokal untuk memenuhi kebutuhan petani. Perputaran usaha GCA mampu mencapai 90,16 miliar dolar AS pada 2016, dan pada 2018 menjadi jaringan bank koperasi yang melayani 70 negara terutama di Eropa.

CGA merupakan bank nomor satu di Prancis yang menguasai 28 persen pasar dalam negeri. Menurut majalah Fortune (2018), GCA menempati posisi nomor dua bank terbesar di dunia dari sisi pendapatan dan nomor sepuluh dari sisi keuntungan dan menurut majalah Forbes (2018) nomor 15 di seluruh dunia versi majalah Forbes.

Demikian juga, di Jepang. Koperasi Zen-Noh hadir sebagai kekuatan baru yang menghimpun jutaan petaninya. Perputaran usaha koperasi Zen-Noh mencapai 44,06 miliar dolar AS. Zen-Noh merupakan koperasi pertanian nomor satu di dunia, yang saat ini memiliki anggota perorangan sebanyak 4,6 juta petani dengan karyawan lebih dari 12.500 orang.

Zen-Noh merupakan simbol kedaulatan petani di Jepang, di mana produk pertanian unggulan Jepang dihasilkan oleh petani-petani yang tergabung dalam koperasi ini. Koperasi Zen-Noh menyediakan berbagai kebutuhan petani Jepang, mulai dari bibit, mesin pertanian, BBM hingga barang konsumsi, dan telah berperan strategis bagi kesejahteraan petani di negara sakura ini.

Selain, GCA dan Zen-Noh, koperasi Fonterra di Selandia Baru telah berhasil memajukan usaha banyak peternak. Perputaran omzet Fonterra mencapai 13,40 miliar dolar AS. Fonterra telah menjadi koperasi susu multinasional dengan salah satu produk yang kita kenal dengan nama Anlene dan boneeto. Koperasi Fonterra beranggotakan 10.600 peternak, dan menguasai 30 persen ekspor produk susu dunia.

Yang impresif, di Amerika Serikat hadir koperasi ACE Hardware. Perusahaan berbasis ritel perabotan dan perkakas rumah tangga. Pada 2018 lalu, ACE Hardware memiliki lebih dari 5.000 gerai di seluruh dunia dengan total volume usaha mencapai 3 miliar dolar AS per tahun (PIP: 2019). Demikian pula, di Singapura, negara ini mengandalkan kekuatan koperasi melalui bisnir ritel.

Koperasi konsumen di Singapura ini menguasai 55 persen pangsa supermarket. Keberhasilannya ditunjukkan dengan The National Trade Union Congress (NUTC) Fairprice yang menyodorkan fakta dahsyat tentang dominasi koperasi dalam bisnis ritel. Kelima negara ini telah membuktikan, sesungguhnya koperasi mampu bersaing dengan korporat multinasional yang berkapitalisasi besar, bukan hanya di negaranya namun juga bersaing di kancah multinasional.

Lantas bagaimana dengan Indonesia? Sejatinya, Indonesia memiliki keunggulan yang sama dalam mengelola koperasi menjadi usaha bisnis multinasional. Kekuatan ekonomi kerakyatan Indonesia yang berbasis pada semangat gotong royong seharusnya mampu menciptakan rasa keadilan bagi ekonomi Indonesia, menciptakan pemerataan kesejahteraan dan menghilangkan ketimpangan. Semangat ekonomi gotong royong ini sejatinya telah menjadi dasar gerakan koperasi Indonesia, sebagaimana cita-cita the founding fathers, yakni terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Koperasi sejatinya mendapat tempat khusus dalam sistem perekonomian Indonesia, sebagaimana pasal 33 UUD 1947. Koperasi juga dinaungi dengan sebuah konstitusi yakni UU No. 25 tahun 1992 tentang Koperasi dan diperkuat dengan UU No. 20 tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).

Faktanya, koperasi di Indonesia belum mampu berdiri tegak sebanding dengan korporat besar lainnya. Lebih dari, koperasi di Indonesia juga belum mampu menampung aspirasi kepentingan bisnis UMKM yang menempati posisi 99,99 persen dari jumlah pelaku usaha di Indonesia.

Apa Kabar Koperasi Indonesia?

Dalam rilis 300 koperasi terbaik dunia (WCM: 2018), kita patut berbangga, ternyata Indonesia telah mampu menempatkan Koperasi Telkomsel atau Kisel sebagai salah satu koperasi terbaik dunia dengan peringkat 94. Kisel merupakan koperasi karyawan yang dibentuk PT. Telkomsel.

Kisel didirikan pada 23 Oktober 1996, sebagai entitas yang mensuppor kebutuhan internal Telkomsel terutama untuk memenuhi kebutuhan Sumber Daya Manusia (SDM) pendukung dan proyek pencetakan invoice yang tersebar di 14 Wilayah. Pada 2018,  Kisel memiliki lima anak perusahaan dengan menjalankan bisnis utama di bidang penyedia jasa Sales and Distribution Channel (Penjualan dan Distribusi), General Service (Layanan Umum), dan Telco Infrastructure & Power Engineering. Pada 2017 Kisel mencatatkan omzet sebesar Rp 5,9 triliun, dengan total aset sebesar Rp 1,48 triliun dan Sisa Hasil Usaha (SHU) sebesar Rp 63,7 miliar (Gatra.com:2019).

Dari bidang usaha ini, Kisel lebih mirip seperti anak perusahaan Telkomsel, karena menjadi support bagi induk perusahaan di bidang Telekomunikasi. Karakter Koperasi Telkomsel Seluler lebih pada top down, dari induk perusahaan Telkomsel, bukan buttom up dari para anggota.

Aspek kekuatan modal pun lebih ditekankan, padahal bila mengikuti definisi koperasi  menurut Bung Hatta (1952), koperasi sebagai usaha bersama yang menonjolkan unsur sosial, saling tolong menolong sesama anggota dan untuk memajukan anggota. Dengan kata lain, kekuatan anggota lebih diutamakan dibandingkan kekuatan kapital.

Di samping Kisel, KWSG atau Koperasi Warga Semen Gresik adalah salah satu koperasi yang juga berkembang menjadi lembaga multibisnis. KWSG pada tahun 2016 tercatat sebagai koperasi terbaik dunia peringkat 183. Pada 2018, KWSG memiliki berbagai unit bisnis, pabrik fiber cement “Gress Board”, ritel & resto, unit simpan pinjam, perdagangan, dan ekspedisi. Tahun 2017,  KWSG mencatatkan pendapatan Rp 2,5 triliun dengan total aset Rp 1,2 triliun serta membagikan SHU Rp 7,4 miliar (media Indonesia:2018). Tidak jauh berbeda dengan Kisel, KWSG dalam menjalankan usahanya juga menjadi support bagi usaha Semen Gresik. Adapun unit usaha yang dimiliki KWSG adalah simpan pinjam, ekspedisi darat, ritel, resto, perdagangan, event organizer, serta pabrik FCB Grass Board.

Lantas bagaimana dengan Koperasi Unit Desa (KUD) di Indonesia, yang menjadi andalan pemerintah guna  menyejahterakan petani dan memajukan sektor pertanian di Tanah Air yang dibentuk pada Era Soeharto?

Faktanya, KUD tidak mampu menjadi andalan koperasi Indonesia seperti laiknya koperasi Zen-Noh, Fonterra, GCA, NUTC dan ACE Hardware. Jika koperasi di berbagai belahan dunia menjadikan anggota sebagai kekuatan utamanya (comparative advantage).

Berbeda dengan Indonesia, koperasi berkembang sangat tergantung kepada induknya sebagaimana Kisel dan KWSG. Kekuatan anggota tidak menjadi faktor utama dalam memajukan usaha koperasi. Disamping itu kondisi perpolitikan atau rezim juga sangat memengaruhi arah dan kebijakan perkembangan koperasi.

Sejatinya koperasi menjadi tumpuan perekonomian nasional sebagaimana amanat undang-undang. Hanya dengan melalui koperasi masyarakat bisa keluar dari himpitan kesewenang-wenangan kaum kapitalis melalui akumulasi modal dan penguasaan pasar. Koperasi memiliki dua peranan penting, yaitu sebagai sistem dan gerakan yang akan membela kepentingan-kepentingan usaha anggotanya, sehingga mampu bersanding dengan korporasi besar lainnya di Tanah Air.

Dengan dua peran tersebut, koperasi diharapkan mampu menghadapi distorsi pasar serta menciptakan keseimbangan sebagai akibat pemberlakuan prinsip bisnis yang semata-mata bermotif ekonomi. Selain itu, kedua peran tersebut juta diharapkan menjadi wadah ekonomi yang mampu menciptakan efektivitas dan efisiensi yang tinggi karena selai bertumpu pada kekuatan anggota juga ditopang oleh kekuatan sumber-sumber ekonomi lainnya seperti pasar, mesin, metode, modal dan lain sebagainya (Tanjung, 2017).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement