Kamis 11 Jul 2019 19:31 WIB

Terima Suap, Dua Hakim PN Jaksel Divonis 4,5 Tahun Penjara

Total nilai suap yang diterima hakim Iswahyu dan Irwan sebesar Rp 680 juta.

Dua terdakwa Hakim PN Jakarta Selatan nonaktif Iswahyu Widodo (kedua kanan) dan Irwan (kanan) dan Terdakwa perantara dan penyuap dua hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Martin P Silitonga (kedua kiri) bersiap mengikuti sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (13/6/2019).
Foto: Antara/Nova Wahyudi
Dua terdakwa Hakim PN Jakarta Selatan nonaktif Iswahyu Widodo (kedua kanan) dan Irwan (kanan) dan Terdakwa perantara dan penyuap dua hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Martin P Silitonga (kedua kiri) bersiap mengikuti sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (13/6/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dua hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yaitu R Iswahyu Widodo dan Irwan, divonis 4,5 tahun penjara, Kamis (11/7). Keduanya dinilai terbukti menerima suap sejumlah Rp 150 juta dan 47 ribu dolar Singapura senilai total Rp 680 juta.

"Menyatakan terdakwa I R Iswahyu Widodo dan terdakwa II Irwan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut. Menjatuhkan pidana dengan pidana penjara selama empat tahun dan enam bulan ditambah denda masing-masing Rp 200 juta yang bila tidak dibayar diganti pidana kurungan selama dua bulan," kata ketua majelis hakim Ni Made Sudani di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Vonis tersebut lebih rendah dibanding dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK yang meminta agar R Iswahyu Widodo dan Irwan divonis delapan tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider 4 bulan kurungan. Putusan yang diambil oleh majelis hakim Ni Made Sudani, M Arifin, Rustiono, Agus Salim dan Titi Sansiwi itu berdasarkan dakwaan primer pasal 12 huruf c jo pasal 18 UU No 31 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat 1 KUHP.

"Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung semangat dan upaya pemerintah untuk memberantas tindak pidana korupsi. Perbuatan terdakwa telah mencoreng wibawa pengadilan. Hal yang meringankan, sopan, belum pernah dihukum, punya tanggungan keluarga dan sudah mengabdi selama 30 tahun," kata anggota majelis hakim, Rustiono.

Majelis hakim juga menolak permintaan Iswahyudi untuk ditempatkan di Lapas Kelas II Yogyakarta. "Mengenai permintaan terdakwa 1 Iswahyu Widodo dieksekusi ke Lapas Kelas II Yogyakarta, terhadap permohonan tersebut, tidak dapat dipertimbangkan karena bukan kewenangan majelis hakim," ungkap hakim Rustiono.

Suap tersebut diterima kedua hakim untuk mempengaruhi putusan perkara perdata mengenai gugatan pembatalan perjanjian akusis antara CV Citra Lampia Mandiri (CLM) dan PT Asia Pacific Mining Resources (APMR). Iswahyu Widodo, Irwan serta Achmad Guntur menjadi majelis hakim yang menangani perkara perdata No 262/Pdt.G/2018 PN JKT.SEL dengan penggugat pemilik PT CLM Isrullah Achmad dan direktur PT CLM Martin P Silitonga dengan pengacaranya Arif Fitrawan melawan tergugat PT APMR, dirut PT CLM Thomas Azali dan notaris Suzanti Lukman.

Arif Fitrawan pada Juli 2018 meminta bantuan Muhammad Ramadhan, yaitu panitera pengganti pengadilan negeri (PN) Jakarta Timur yang lama bertugas di PN Jaksel untuk mengurus ke majelis hakim. Sepekan sebelum putusan sela, Ramadhan menemui Iswahyu Widodo dan Irwan yang sedang makan malam dan menyampaikan ada yang mau mengurus perkara agar dibantu.

Ramadhan lalu memberitahu hasil pertemuan kepada Arif Fitrawan yang intinya majelis hakim bersedia membantu dengan syarat disiapkan uang Rp 200 juta untuk putusan sela. Dengan peruntukan, Rp 150 juta untuk majelis hakim, Rp 10 juta untuk panitera dan Rp 40 juta dibagi dua untuk Ramadhan dan Arif Fitrawan, sedangkan putusan akhir disiapkan uang Rp 500 juta.

Uang diserahkan secara bertahap yaitu pada 31 Juli 2018 diserahkan Arif Fitrawan senilai Rp 200 juta kepada M Ramadhan di parkiran masjid STPDN Cilandak Ampera Jakarta Selatan. Selanjutnya, Ramadhan menemui Irwan di parkiran Kemang Medical Center lalu menyerahkan uang sebesar Rp 150 juta kepada Irwan, lalu Ramadhan kembali menemui Arif Fitrawan yang menunggu di kafe dan menyampaikan uang sudah diserahkan kepada majelis hakim.

Setelah menerima uang, Irwan mengajak Iswahyu Widodo makan malam dan Iswahyu Widodo meminta Irwan mengambil sebesar Rp 40 juta dan sisanya untuk dirinya. Mendekati putusan akhir pada akhir November 2018, Arif Fitrawan menemui Ramadhan di Warkop Pua Kale untuk menyampaikan Rp 500 juta bagi hakim sudah ada dan ada uang entertain untuk Ramadhan.

Ramadhan meminta uang itu ditransfer ke rekening atas nama pegawai honorer PN Jaktim Mohammad Andi, sehingga Arif langsung mentransfer Rp 10 juta ke rekening tersebut. Martin Silitonga juga mentransfer uang Rp 20 juta ke rekening Arif pada 23 November 2018.

Pada 26 November 2018, Martin P Silitonga ditahan Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dalam kasus penggelapan aset PT APMR. Keesokan harinya, Irwan setuju dengan jumlah Rp 500 juta untuk hakim dengan mengirimkan gambar jempol ke Whatsapp istri Ramadhan bernama Deasy Diah Suryono.

Uang yang sudah dikirim Martin P Silitonga ke rekening milik Arif Fitrawan itu disepakati diberikan dalam bentuk dolar Singapura. Arif lalu menukar uang di VIP money changer Menteng Raya, sehingga mendapat 47 ribu dolar Singapura dalam pecahan 1.000 dolar Singapura.

Selanjutnya, uang diserahkan Arif Fitrawan kepada Muhammad Ramadhan di rumah Ramadhan pada tanggal yang sama dan sesaat kemudian mereka diamankan petugas KPK. Atas putusan tersebut, baik Iswahyu, Irwan maupun JPU KPK menyatakan pikir-pikir selama tujuh hari.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement