Kamis 11 Jul 2019 17:30 WIB

Putusan DKPP yang Perintahkan Pemberhentian Komisioner KPU

Dua komisioner KPU dinilai telah melanggar kode etik sebagai penyelenggara pemilu.

[ilustrasi] Ketua KPU Arief Budiman (tengah) bersama Komisioner KPU Ilham Saputra (kiri) dan Evi Novida Ginting Manik (kanan) memimpin Rapat Pleno Rekapitulasi Hasil Penghitungan dan Perolehan Suara Tingkat Nasional Dalam Negeri dan Penetapan Hasil Pemilu 2019 di Jakarta, Sabtu (18/5/2019).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
[ilustrasi] Ketua KPU Arief Budiman (tengah) bersama Komisioner KPU Ilham Saputra (kiri) dan Evi Novida Ginting Manik (kanan) memimpin Rapat Pleno Rekapitulasi Hasil Penghitungan dan Perolehan Suara Tingkat Nasional Dalam Negeri dan Penetapan Hasil Pemilu 2019 di Jakarta, Sabtu (18/5/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dian Erika Nugraheny

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), pada Rabu (10/7) memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk memberhentikan dua komisionernya, yakni Ilham Saputra dan Evi Novida Ginting Manik. Kedua komisioner KPU itu dinilai telah melanggar kode etik sebagai penyelenggara pemilu.

Baca Juga

"Teradu Ilham Saputra terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu. Berdasarkan pertimbangan dan kesimpulan tersebut di atas, DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras dan pemberhentian dari jabatan sebagai ketua divisi teknis penyelenggaraan dan logistik," ujar Ketua DKPP Harjono membacakan putusan dalam sidang pada Rabu (10/7).

Harjono melanjutkan, putusan ini terhitung berlaku sejak dibacakan pada Rabu. DKPP juga memerintahkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengawasi pelaksanaan putusan Perkara Nomor 61-PKE-DKPP/IV/2019 ini.

Adapun, perkara tersebut diajukan oleh kader Partai Hanura, Tulus Sukariyanto, sebagai pemohon terkait proses pengisian jabatan pengganti antarwaktu (PAW) anggota DPR RI. Pada 20 September 2018 Tulus Sukariyanto telah mendapatkan Surat Keputusan PAW kepada DPR RI untuk menggantikan kursi di DPR RI dapil Jawa Timur VIII menggantikan Dossy Iskandar Prasetyo yang pindah ke Partai Nasdem.

Surat keputusan ini pun keluar karena calon pengganti PAW lain, yakni Sisca Dewi, diberhentikan dari Hanura akibat melakukan tindakan tercela dan mencemarkan nama parpol. Dalam aduannya ke DKPP, Tulus melaporkan tiga orang, yakni staf sekretariat KPU Indra Jaya sebagai teradu I; Kasubbag PAW, dan Pengisian DPR, DPD, dan DPRD Wilayah 2 Noviyani sebagai teradu II; dan Komisioner KPU Ilham Saputra sebagai teradu III.

Tulus melaporkan teradu I dan II atas dugaan mempersulit proses PAW atas nama dirinya. Sementara itu, teradu III yakni Ilham Saputra tidak kunjung memproses PAW itu.

"Teradu III (Ilham), menyuruh Saudari Nova melakukan klarifikasi ke Saudari Sisca Dewi di Rumah Tahanan (Rutan) Pondok Bambu, padahal Saudara Indra jaya sudah melakukan klarifikasi ke Saudari Sisca Dewi di Rutan Pondok Bambu sebanyak empat kali. Seharusnya proses PAW bisa langsung diproses tanpa menunggu gugatan dari Saudari Sisca Dewi karena berdasarkan PKPU Nomor 6 Tahun 2019 dikatakan jika tidak menggugat dalam waktu 14 hari kerja ke Mahkamah Partai sejak klarifikasi maka proses PAW dilanjutkan padahal klarifikasi sudah dilakukan sejak awal bulan November 2018," ungkap Harjono saat membacakan pertimbangan permohonan Tulus.

Selain itu, DKPP juga memutuskan Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik mendapat peringatan keras dan diberhentikan sebagai ketua Divisi SDM, Organisasi, Diklat, dan Litbang KPU. Evi dinilai melanggar kode etik terkait seleksi komisioner KPUD Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara periode 2019-2024.

Dalam dokumen putusan DKPP Nomor 31-PKE-DKPP/III/2019 yang dibacakan pada Rabu, KPU diminta mencopot Evi dari jabatan ketua Divisi SDM, Organisasi, Diklat, dan Litbang KPU. "Menjatuhkan sanksi berupa peringatan keras dan pemberhentian dari jabatan Ketua Divisi Sumber Daya Manusia, Organisasi, Diklat dan Litbang kepada Teradu VI Evi Novida Ginting Manik selaku anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia sejak dibacakannya Putusan ini," ujar Harjono.

Kasus ini diajukan oleh Adly Yusuf Saepi. Adly merupakan calon komisioner KPU Kolaka Timur yang gagal ikut seleksi Komisioner KPU. Dirinya diketahui merupakan calon komisioner pejawat.

Adly mendaftar seleksi komisioner KPU Kolaka Timur pada 7 November 2018 dan dinyatakan telah melengkapi berkas di hari berikutnya. Namun, pada 16 November 2018, ia dinyatakan gagal dalam proses administrasi. Penyebabnya, syarat administrasi sebagai PNS (pegawai negeri sipil) milik Adly hanya ditandatangani oleh Pelaksana Harian (Plh) Sekda Gubernur Sulawesi Tenggara. Tim Seleksi menyebut surat itu seharusnya diteken langsung oleh gubernur Sulawesi Tenggara.

Saat diklarifikasi DKPP, Tim Seleksi mengaku keputusan itu sudah melalui konsultasi dengan Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Sementara itu, Evi menjadi penanggung jawab atas kegiatan tersebut. Dalam gugatannya, Adly juga menyampaikan adanya pemerasan yang dilakukan oleh Tim Seleksi terhadap dirinya. Dia juga menyebut ada pembocoran dokumen negara berupa soal seleksi komisioner KPU Kolaka Timur.

DKPP kemudian menjatuhkan peringatan keras ke dua komisioner tersebut. Sementara lima komisioner lainnya mendapat teguran. Khusus kepada Evi sebagai penanggung jawab kegiatan, DKPP menambah hukuman dengan pencopotan dari jabatan saat ini.

Komisioner KPU, Pramono Ubaid Tanthowi, mengatakan pihaknya segera menggelar pleno untuk ditindaklanjuti putusan DKPP itu. "Ya pasti akan melalui rapat pleno untuk memutuskan tindak lanjutnya, termasuk kalau ada pergeseran divisi, semua diatur di rapat pleno, dituangkan di berita acara rapat pleno," ujar Pramono ketika dijumpai wartawan di Depok, Jawa Barat, Rabu (10/7).

Dia menegaskan, setelah putusan DKPP dipastikan akan ada perombakan dalam kepemimpinan masing-masing divisi. Sebab, dua komisioner, yakni Ilham Saputra dan Evi Novida Ginting Manik, diberhentikan sebagai ketua divisi masing-masing.

Perombakan itu, kata Pramono, tidak mungkin hanya menyasar kepada Evi dan Ilham. Nantinya, akan ada rolling jabatan pemimpin divisi yang keputusannya ditentukan dalam rapat pleno yang akan digelar.

"Penentuannya dari kami bertujuh dalam pleno. Pada prinsipnya kami bertujuh tidak ada masalah di tempatkan dalam divisi mana pun. Semua pasti siap untuk memegang divisi apa pun, " tegas Pramono.

Penjelasan Ilham dan Evi

Komisioner KPU Ilham Saputra dan Evi Novida Ginting Manik, menjelaskan status mereka pascaputusan DKPP yang meminta pemberhentian keduanya dari jabatan ketua divisi. Status keduanya sebagai komisioner KPU tetap, meski tidak lagi menjadi ketua divisi masing-masing.

Ketika dikonfirmasi wartawan, Kamis (11/7), Ilham Saputra, mengatakan bahwa pekerjaan KPU adalah kolektif dan kolegial. "Kami menghormati putusan DKPP. Kami tidak masalah (atas putusan yang memerintahkan pencopotan dari divisi, Red), " ujar Ilham.

Dia melanjutkan, hingga saat ini KPU belum menerima salinan putusan DKPP itu. Meski demikian, Ilham menegaskan jika putusan DKPP tidak meminta dirinya dicopot sebagai komisioner KPU.  

"Tidak (dicopot) sebagai komisoner, hanya sebagai ketua divisi saja," tegasnya.

Sama halnya dengan Ilham, Evi juga diberhentikan dari jabatan sebagai Ketua Divisi SDM, Organisasi, Diklat dan Litbang. Adapun, status Evi sebagai komisioner KPU masih tetap.

Saat dijumpai pada Kamis, Evi menegaskan jika putusan ini tidak berdampak kepada KPU. "Insya Allah tidak (tidak berdampak)," tegasnya.

Menurut Evi, pihaknya segera mempelajari putusan DKPP. Tindak lanjut atas putusan ini pun akan dilakukan dalam waktu dekat.

"Ya tentu saja apa yang diputuskan DKPP ini akan segera kita tindaklanjuti, karna di sana sudah jelas apa yang diputuskan dan kami tentu akan melaksanakan rapat pleno untuk menindaklanjuti hal tersebut," tutur Evi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement