Jumat 12 Jul 2019 05:01 WIB

Negara Islam, Histeria Kaligrafi, dan Melankoli Kultur Pop

Persoalan hubungan Islam dengan negara tak pernah tuntas dibahas.

KRISTIANE BACKER menjadi model untuk kampanye anti-Islamophobia (bbc)
Foto:
Suasana eksebisi kaligrafi dari seniman asal Maroko di Mall Gandaria, pekan lalu.

Dan ketika merenungkan pasang surut soal kisah hubungan negara dan Islam seperti itu, tiba-tiba ingatan kembali melayang pada situasi histeria masa pada eksebisi pamaren lukisan kaligrafi di Mall Gandaria City, pada Ahad silam, yang dilakukan penulis/pelukis kaligrafi asal Maroko.

Tak sesuai dengan sangkaan dan pikiran saya ternyata masa pengunjung mal yang kebanyakan terdiri dari kaum ‘milenial’ perkotaan menyambutnya sangat antusias. Setiap sore dalam sepekan terakhir ini, pengunjung selalu antri memadati stand itu. Mereka ingin namanya ditulis dalam sebuah tulisan Arab yang indah dari pelukis yang berasal langsung negara yang sehari-hari berdialek Arabia. Budaya klasik kawasan Arabia dan Timur tengah --yang kini terkesan dimusuhi-- terbukti malah menjadi klangenan' genarsi baru. Klasik itu menarik sekaligus eksotis!

‘’Setiap sore sejak sepekan selalu antri. Kami batasi sampai maghrib saja antrean itu. Jasa pembuatan kaligrafi dari pelukis Maroko gratis. Hanya dibatasi 200 orang per hari,’’ kata seorang penjaga mall. Anggapan bila seni kaligrafi Arab ketinggalan zaman menjadi nungkir balik. Pengaruh aliran seni lukis populer ala Andy Warhol  dengan ikon gambar Marlyn Monroe pada iklan minuman ringan Coca-cola daulu itu ternyata sudah tak manjur lagi. Kaligrafi yang menurut KH Didin Siradjuddin AR sebagai 'ibu seni Islam' ternyata eksis dan diminati para anak zaman milenial.

photo
Para pengunjung eksibisi Kaligrafi di Mall Gandaria menunggu nama mereka yang ditulis dengan huruf arab dari pelukis asal Maroko mengering.

Ya, memang histeria ini mirip yang terjadi dengan fenomena ajang anak muda ’hijrah’ yang digelar Senayan itu atau antusiame genarasi muda belajar melukis kaligrafi di Pesantren Lemka, milik KH Didin Hafidudin. Entah mengapa anak-anak muda masa kini ramai-ramai tertraik menjalani hidup yang lebih Islami. Mereka tak canggung ber-islam dan suasana moderen dan pertarungan global yang dilambari teknologi informasi.

Akibatnya, tak hanya bahasa, gaya mereka yang kerap dituduh sebagai ke Arab-araban dan  tak nasionalis —yang akhirnya dihubungkan dengan teroris— mereka berani kenakanan. Mereka tak sungkan dan menunjukan ekpresi itu. Bahkan, sebuah survei menyatakan di DKI gairah akan ke Islaman begitu tinggi.Mereka tak sungkan bergaya bahasa Arab Indonesia: ana, atnum, dan akhi. Mereka sangat 'pede' bersaing dengan gaya anak milineal yang lain, yang kini  terkena wabah berbahasa penuh taburan kosa kata Inggris, seperti whicis, bro, atau mengiklanan diri denga dialek Inggris Indonesia (Inlis) seperti perumahan 'River Side' padahal maksudnya perumahan di tepi Kali Ciliwung ha ha ha...

Beberapa fenomena itu sangat kentara sekarang. Dalam soal pendidikan, banyak sekali orang kaya yang lebih memilih menyekolahkan anaknya ke pesantren untuk belajar ilmu biasa sekaligus menghafal Alquran. Bahkan seorang teman yang bergelar doktor, tinggal dan pengajar di universitas keren di Malaysia mengirim putri semata wayangnya ke Bandung untuk belajar menghafal Alquran. Dan ini berhasil, putri sang doktor ini mampu menghafal seluruh isi Alquran dalam usia sangat belia, 11 tahun. Selain itu sudah ada keluhan banyak ekpsatriat bank yang memilih mengundurkan diri dari kerjaannya dengan memilih menjadi 'marbot' masjid: katanya tak mau lagi libatkan diri pada bisnis riba!

Jadi di masa kini gairah ke-Islaman di kalangan generasi milineal teryata sanga tinggi (muncul sejak 1980-an). Di media masa sosial sikap ini jelas terlihat. Misalnya dalam media yang disebut sebagai sarana alternatif terhadap apa yang disebut sebagai ‘media mainstream’, mereka menyoal soal pembubaran pengajian ikon mereka Ustaz Hanan Attaki sewaktu di Tegal, Jawa Tengah. Mereka heran dan bingung itu terjadi sebab ustaz dengan jutaan pengikut muda melalui viewer ini lulusan Al Azhar dan menjadi qori kondang yang sering tampil di televisi Mesir.

Tuduhannya kepada Ustaz Hanan sangat khas, yakni menganggu ketertiban karena pengajian tak berizin. Namun teraba di alam bawah sadar, sebenarnya itu hanya lebih berdasar pada soal tuduhan aliran Wahabi, Hizbut Tahrir Indonesia, Khilafah, hingga soal-soal lain yang terkait terorisme. Nah, banyak yang paham soal arahnya sebenarnya ke sana? Ketegangan antara negara dan Islam terbukti lagi memang masih belum tuntas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement