REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani setuju agar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) direvisi. Dorongan melakukan revisi tersebut menyusul kasus Baiq Nuril, korban pelecehan seksual yang dipidana dengan UU ITE.
Arsul mengatakan revisi dilakukan dengan merumuskan kembali undang-undang tersebut. "Kami setuju revisi UU ITE khususnya pasal 27 dan 28 itu harus dilakukan," kata Arsul di Kompleks Parlemen RI, Jakarta, Rabu (10/7).
Revisi itu, lanjut Arsul, bukan menghilangkan pasal itu sama sekali, tetapi merumuskan kembali unsur unsur pasal yang ada di pasal 27 dan 28. Pasal 27 dan 28 UU ITE memuat tentang penghinaan dan pencemaran nama baik serta penyebarluasan konten bohong dan kebencian terhadap SARA.
Arsul menilai, pasal 27 dan 28 UU ITE menimbulkan multiinterpretasi di kalangan penegak hukum. Karena itu, Arsul meminta agar pada revisi UU ITE nantinya bisa memuat definisi-definisi yang memberikan batasan.
"Minimal dikasih pagar sehingga tidak memberikan cek kosong atau ruang interpretasi bebas pada penegak hukum untuk menginterprretasikan sendiri tanpa ada pagar undang-undang," kata dia.
Kendati demikian, Arsul memahami revisi tidak dimungkinkan pada DPR RI periode sekarang yang berakhir beberapa bulan mendatang. Arsul mendorong revisi dilakukan oleh anggota DPR RI periode 2019-2024.
Baiq Nuril kini masih mengupayakan amnesti atas vonis 6 bulan dan denda Rp 500 juta itu. Sebelumnya, Anggota Komisi III (Hukum, HAM dan Keamanan) DPR RI Masinton Pasaribu juga mendukung permohonan amnesti yang akan diajukan Baiq Nuril ke Presiden RI Joko Widodo.
Ia mendukung bila momentum amnesti itu juga dibarengi realisasi revisi UU ITE. "Pemberian amnesti pada bu Nuril harus dibarengi dengan semangat kita bersama untuk melakukan revisi ITE. Jadi ini momen yang tepat menurut saya, pemberian amnesti terhadap nuril harus dibarengi dengan revisi UU ITE," kata Masinton di Kompleks Parlemen RI, Jakarta, Selasa (9/7).
Masinton menilai, persoalan Baiq Nuril bukan persoalan soal Baiq Nuril semata. Menurut dia, kisah Baiq Nuril menjadi fenomena gunung es di mana masyarakat yang mencari keadilan justru terkena jerat UU ITE.
"Amnesti harus dibarengi semangat revisi UU ITE. Agar pasal karet dalam UU ITE tidak mempersulit atau mempidanakan orang yang mencari keadilan," kata Masinton menegaskan.