REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, direktur sebuah rumah sakit tidak mutlak harus dipimpin oleh dokter. Kalla menyebutkan, posisi itu bisa juga diisi dari kalangan profesional di bidang teknik dan jasa pelayanan atau hospitality.
"Saya sampaikan ke Bu Menkes, lain kali rumah sakit juga direkturnya ada insinyurnya supaya bukan semuanya dokter. Kadang-kadang kita semua kalau bukan dokter, tidak sah itu rumah sakit," kata Kalla kepada Menteri Kesehatan Nila Moeloek ketika meresmikan Rumah Sakit Yayasan Rumah Sakit Islam Indonesia (Yarsi) di Jakarta, Rabu.
Menurut Wapres, andil dokter hanya sepertiga dari operasional sebuah rumah sakit. Dua pertiga lainnya merupakan peran tenaga teknis yang mengurusi alat kesehatan dan pelaku bisnis hotelier.
"Jadi bisa terdiri dari tiga macam direktur yang latar belakang pendidikannya berbeda-beda. Kalau direktur rumah sakit dokter semua, itu kesalahan," ujarnya.
Kalla meyakini rumah sakit akan mendapat citra baik di mata masyarakat ketika tiga peran tersebut beroperasi secara imbang dan bersama-sama. Untuk itu, diperlukan adanya dokter yang kompeten, peralatan kesehatan memadai, serta pelayanan profesional.
"Dokter tidak bisa lagi hanya dengan modal stetoskop bisa kasih resep orang. Oleh karena itu, rumah sakit tanpa peralatan kesehatan, maka tidak akan bisa lagi memberikan layanan yang terbaik kepada masyarakat," kata Kalla.
Begitu juga dengan layanan untuk pasien rawat inap. Kalla mengatakan sebuah rumah sakit perlu diisi oleh tenaga-tenaga profesional di bidang perhotelan untuk memberikan kenyamanan dan keramahan bagi pasien dan pembesuk.
"Perlu juga layanan non-medis, hospitality'-nya. Mulai tadi, seperti satpamnya hormat, respsionis, tempat tidur, menu makan. Itu semua kan prinsip hotel sebenarnya. Kalau dokter yang mengatur sprei kan kurang enak," jelasnya.