Selasa 09 Jul 2019 20:28 WIB

MA Bebaskan Syafruddin, KPK Tegaskan tak Gentar Usut BLBI

KPK mengaku telah menyelidiki kasus BLBI ini secara hati-hati dan cermat.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Teguh Firmansyah
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang memberikan tanggapan soal putusan Mahkamah Agung yang membebaskan terdakwa kasus korupsi Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Syafruddin Arsyad Temenggung di gedung KPK, Jakarta, Selasa (9/7/2019).
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang memberikan tanggapan soal putusan Mahkamah Agung yang membebaskan terdakwa kasus korupsi Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Syafruddin Arsyad Temenggung di gedung KPK, Jakarta, Selasa (9/7/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan oleh mantan Ketua BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT). Dalam pernyataan resminya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai institusi penegak hukum menghormati putusan MA. Namun, KPK menyatakan tidak akan berhenti mengusut kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI), khususnya untuk mengembalikan dugaan kerugian keuangan negara Rp 4,58 triliun.

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, dalam penanganan perkara ini, KPK telah melewati perjalanan yang sangat panjang. Sehingga, KPK akan terus berupaya membongkar kasus BLBI yang menjadi perhatian publik.

Baca Juga

"KPK sangat memahami upaya pemberantasan korupsi seringkali berada di jalan yang terjal. Tapi kami paham, kerja belum selesai dan KPK akan terus berupaya menjalankan tugas dan amanat publik ini sebaik-baiknya," ujar Saut di gedung KPK Jakarta, Selasa (9/7).

Saut mengatakan, penyelidikan kasus yang merugikan negara hingga Rp 4,58 triliun ini pertama dilakukan sejak Januari 2013. Kemudian KPK melakukan penyidikan pertama untuk tersangka Syafruddin pada Maret 2017 dan berlanjut sampai saat ini.

Bahkan, selama proses penanganan perkara ini, KPK melakukan penyelidikan, penyidikan, hingga penuntutan dengan sangat berhati-hati dan berdasarkan hukum. Dalam proses penyidikan, Syafruddin juga pernah mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan saat itu hakim praperadilan menolak pengajuan tersebut dan menegaskan proses penyidikan yang dilakukan KPK dapat diteruskan.

Kemudian, sambung Saut, dengan jelas dan tegas Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta juga telah memutus dengan pertimbangan yang kuat yang terakhir menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara untuk terdakwa tanpa dissenting opinion antara para hakim.

"Bahkan KPK juga membuka penyidikan baru dengan tersangka Sjamsul Nursalim, Pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI)  istrinya Itjih Nursalim," tutur Saut. 

KPK, tambah Saut, juga membangun kerja sama lintas negara dengan otoritas di Singapura dan melakukan semua tindakan yang diperlukan sebagai ikhtiar untuk mangembalikan kerugian negara yang sangat besar yakni Rp 4,58 triliun.

Selain itu, KPK juga terus memastikan, upaya  yang sah secara hukum untuk mengembalikan kerugian negara tersebut tidak akan berhenti.  "Sehingga, KPK akan mempelajari dan segera menentukan sikap yang pada prinsipnya adalah akan melakukan upaya hukum biasa atau luar biasa dalam kerangka penanganan perkara ini dan hal lain yang terkait," ungkap Saut.

Selain itu, KPK juga akan mencermati beberapa hal dari lnformasi yang disampaikan MA dalam putusannya. Putusan MA yang tidak diambil dengan suara bulat.  Tiga orang Hakim memiliki pendapat yang berbeda. Kemudian, dalam putusannya juga dikatakan  perbuatan terdakwa terbukti sebagaimana didakwakan kepadanya, namun bukan merupakan tindak pidana.

"Sejauh ini tidak ada lnformasi dari MA yang mengatakan bahwa unsur kerugian keuangan negara Rp 4,58 triliun dan pihak lain yang diperkaya dalam perkara ini tidak terbukti. Apalagi ada penegasan bahwa perbuatan terdakwa terbukti sebagaimana didakwakan kepadanya," ujar Saut.

photo
Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung (MA) Abdullah membacakan salinan putusan kasasi terdakwa kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Syafruddin Arsyad Temenggung di Gedung MA, Jakarta, Selasa (9/7/2019).

Sehingga, lanjut dia, bila dengan tetap mengacu pada prinsip dasar menghormati institusi peradilan dan sesuai dengan hukum yang berlaku, maka KPK akan tetap melaksanakan putusan kasasi sebagaimana disebutkan dalam amar putusan setelah mendapatkan salinan putusan atau petikan putusan secara resmi.

"KPK akan mempelajari secara cermat putusan tersebut dan mempertimbangkan secara serius melakukan upaya hukum biasa atau luar biasa sepanjang sesuai dengan aturan yang berlaku," tutur Saut.

KPK, kata dia, juga tetap akan berupaya semaksimal mungkin sesuai dengan kewenangan yang dimiliki KPK untuk mengembalikan dugaan kerugian keuangan negara Rp 4,58 triliun.

Penanganan Sjamsul

Ihwal penanganan perkara dengan tersangka Sjamsul dan Itjih yang sedang berporses dalam tahap penyidikan akan tetap berjalan. "Tindakan untuk memanggil saksi saksi. tersangka dan penelusuran aset akan menjadi konsern KPK," ucapnya.

Sementara terkait dengan gugatan perdata yang diajukan oleh pihak Sjamsul Nursalim terhadap BPK dan auditor BPK, KPK tetap pada sikap awal, yaitu akan mengajukan gugatan sebagai pihak ketiga yang berkepentingan. "Besok dalam agenda persidangan perdata di PN Tangerang, KPK juga akan hadir mengikuti jalannya persidangan tersebut," ujar Saut.

MA mengabulkan permohonan kasasi Syafrudin. Dalam putusan kasasi bernomor perkara 1555K/pid.sus 2019 itu disebutkan, Syafrudin terbukti melakukan perbuatan sesuai dakwaan yang ditujukan kepadanya, tetapi perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana.

"Mengadili sendiri menyatakan SAT terbukti melakukan perbuatan sebagaiman didakwakan kepadanya, akan tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana," ujar Ketua Bidang Hukum dan Humas MA Abdullah di gedung MA, Jakarta Pusat, Selasa (9/7).

Abdullah mengatakan, amar putusan kasasi tersebut menyatakan mengabulkan permohonan SAT. Selain itu, amar putusan ini juga menyatakan membatalkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang mengubah amar putusan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Berdasarkan putusan kasasi tersebut, hakim meminta agar jaksa mengeluarkan SAT dari tahanan, mengembalikan segala barang bukti kepadanya. Selain itu, jaksa juga diminta untuk memulihkan hak dan martabat SAT.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement