Selasa 09 Jul 2019 14:17 WIB

Pemda NTT Diminta Cabut Izin PJTKI Bermasalah

Menurut Direktur PIAR, PJTKI ilegal mulai marak di NTT

Para TKI yang bekerja di Malaysia (ilustrasi).
Foto: Antara/Mika Muhammad
Para TKI yang bekerja di Malaysia (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Pemerintah Nusa Tenggara Timur diminta mencabut izin Perusahan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) yang terbukti melakukan pengiriman TKI ilegal. Direktur Pengembangan Inisiatif Advokasi Rakyat (PIAR) Nusa Tenggara Timur, Sarah Leri Mboeik, mengatakan PJTKI ilegal mulai marak di NTT.

Sarah mengatakan hal itu menyusul digagalkanya pengiriman 30 orang TKI yang direkrut PT Bukit Mayak Asri (BMA) untuk menjadi tenaga kerja di Malaysia. Keberangkatan mereka diduga melalui pemalsuan dokumen milik pencari kerja.

Baca Juga

"Pemerintah NTT perlu bersikap tegas dengan mencabut izin perusahan yang merekrut calon tenaga kerja tanpa prosedur. Kejadian ini sangat memprihatinkan di saat pemerintah melakukan moratorium pengiriman TKI ke luar negeri," katanya pada Selasa (9/7).

Ia mengatakan pemerintah perlu juga mengoptimalkan pengawasan terhadap berbagai PJTKI yang beroperasi di NTT. Upaya ini diperlukan untuk mengantisipasi adanya perekrutan dan pengiriman TKI secara ilegal ke luar negeri.

"Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi perlu bekerja keras lagi dalam melakukan pengawasan sehingga kasus-kasus dialami puluhan tenaga kerja dari empat Kabupaten di Pulau Sumba tidak terulang," tegasnya.

Sarah mengatakan dalam kasus perekrutan puluhan tenaga kerja dilakukan PT BMA ada dokumen milik tenaga kerja asal Pulau Sumba yang dipalsukan. Pemalsuan ini demi meloloskan pengiriman calon tenaga kerja ke Malaysia. Beberapa dokumen milik tenaga kerja yang dipalsukan pihak perekrut seperti KTP, ijazah, dan umur.

"Apabila ada perusahaan melakukan hal seperti ini maka sepatutnya izinya dibekukan. Ini persoalan kemanusiaan yang perlu disikapi secara serius daerah ini," tegas mantan anggota DPD asal NTT itu.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement