REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Tenaga kerja asal Jawa Barat (Jabar), masih sangat dibutuhkan di luar negeri. Menurut Balai Latihan Kerja Pekerja Migran Indonesia (BLKPMI ) Jabar, Teguh Khasbudi, peluang tenaga kerja asal Jabar untuk bekerja di Asia Pasifik masih terbuka lebar yakni mencapai 500 ribu tenaga kerja.
"Ke Jepang saja dari Jabar kami menargetkan sampai 341 ribu. Itu, hanya Jepang saja. Kalau se-Asia Pasifik capai 500 ribu," ujar Teguh kepada wartawan usai acara Pembukaan Pelatihan Tenaga Kerja Migran Indonesia untuk jabatan baby sitter dengan Penempatan Singapura di Kantor BKLPMI Jabar, Selasa (9/7).
Bahkan, menurut Teguh, pengiriman tenaga kerja migran ke Timur Tengah pun masih terbuka lebar walaupun ada moratorium. Karena, ada kebijakan one kanal dari moratorium tersebut.
Teguh menjelaskan, dengan kebijakan tersebut pengiriman tenaga kerja ke Timur Tengah hanya bisa dilakukan dengan berlebel jabatan. Jadi, kalau dulu pengiriman Tenaga Kerja Wanita (TKW) hanya untuk pembantu rumah tangga. Sekarang, pengiriman tenaga kerja harus disertai jabatannya sebagai apa. Misalnya, menjadi baby sitter, house keeper, care keeper dan lainnya.
"Pengiriman tenaga kerha tanpa disertai jabatan ini tak disukai pemerintah. Sekarang harus jelas, pengiriman ke Timur Tengahnya untuk jabatan apa," kata Teguh.
Teguh mengatakan, kuota tenaga kerja asal Jabar ke Timur Tengah ini sekitar 10 ribu. Sedangkan kuota se-Indonesia mencapai 30 ribu.
"Migran yang pergi ke Timur Tengah ini kan emang paling banyak asal Jabar, Jatim dan Jateng," katanya.
Sebelum tenaga kerja tersebut diberangkatkan ke luar, kata dia, BLKPMI akan memberikan pelatihan untuk para calon pekerja migran tersebut. Hal tersebut, merupakan bagian dari program Disnaker Migran Juara.
"Indonesia khususnya Jabar dalam memenuhi pasar kerja di dunia ingin berkualitas punya nilai kompetitif. Jadi semuanya harus menempuh pelatihan dulu," katanya.
Salah satunya, kata dia, dengan memberikan pelatihan pada tenaga kerja yang akan diberangkatkan ke Singapura untuk jabatan baby sitter. Untuk tahap pertama pengiriman ke Singapura, BLKPMI melatih 20 orang.
Calon pekerja tersebut, kata Teguh, akan dilatih sekitar 21 hari. Pelatihan, dilakukan dengan menggandeng berbagai lembaga. Namun, biasanya para pekerja migran ini sudah punya keterampilan dasar. Rata-rata, mereka akan bekerja dengan kontrak tiga tahun.
"Pelatihan di BLKPMI kurikulumnya hampir 90 persen berupa bahasa. Kan basic skill mereka sudah ada di masing-masing BLK daerah," katanya.
Kebutuhan baby sitter ke Singapura, kata dia, sebenarnya bisa sampai 1.000 orang. Namun, karena tempat pelatihan terbatas maka pihaknya harus berkolaborasi dengan berbagai stakeholders untuk menggelar pelatihan.
"Selain baby sitter sebenarnya Singapura pun butuh pekerja untuk penempatan posisi yang lain. Kami pun memberikan pelatihan berbasis penempatan sesuai dengan kebutuhan," katanya.